Senin 24 Jun 2019 10:35 WIB

Belasan Diplomat Asing Berdiskusi Islam Moderat di UMY

Islam moderat menjadi salah satu fokus para diplomat asing.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nashih Nashrullah
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)
Foto: www.cathnewsindonesia.com
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menjadi tuan rumah Friends of Indonesia 2019: Fellowship for Future Ambassadors. Tahun ini, diskusi fokus membahas Islam wasathiyyah (moderat).

Agenda itu diinisiasi Direktorat Diplomasi Publik Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia. Kegiatan tahun ini menghadirkan sebanyak 12 diplomat asing. 

Baca Juga

Direktur Indonesia Consortium for Religious Studies (ICRS), Siti Syamsiatun, menuturkan umat Islam di Indonesia dinaungi begitu banyak organisasi. Semuanya, tentu memiliki warna tersendiri.

Muhammadiyah, misalnya, menghadirkan nilai-nilai wasathiyyah sebagai Islam berkemajuan. Karenanya, Muhammadiyah, salah satunya memberikan ruang yang luas bagi perempuan. 

"Dalam mempromosikan keadilan, kerja sama, memperkenalkan religiusitas dan spiritualitas, termasuk aspek-aspek pribadi, sosial dan ekologis," kata Siti di Kampus Terpadu UMY, Jumat (21/6) lalu.

Dosen Hubungan Internasional UMY, Sidik Jatmika, mengatakan nilai-nilai Islam di Indonesia sejak dulu hingga kini masuk dengan menjunjung tinggi toleransi. Contohnya, banyak. 

Salah satunya, keharmonisan umat Hindu dan umat Islam di Kota Kudus, Jawa tengah. Dia mengingatkan, hingga kini umat Islam di sana tidak mengonsumsi daging sapi yang dilarang dalam Hindu. 

"Dan itu masih dilestarikan hingga saat ini, dengan alternatifnya mereka mengonsumsi daging kerbau sebagai gantinya," ujar Sidik. Namun, dia menekankan, bukti keharomisan itu jelas tidak cuma di Kota Kudus. 

Direktur Diplomasi Publik Kemenlu, Azis Nurwahyudi mengingatkan betapa beragamnya agama di Indonesia. 

Tapi, Islam sebagai agama mayoritas, terus menjaga toleransi tetap tinggi. Sehingga, agama-agama lain mulai Hindu, Budha, Kristen, Katolik, dan Konghucu bisa aman menjalankan ajarannya.

"Banyak masjid dan gereja berdiri berdampingan yang menggambarkan betapa harmonisnya Islam dengan agama-agama lain," kata Azis.

Dengan diskusi-diskusi serupa, diharapkan mampu memberi pandangan yang lebih luas mengenai Islam wasathiyyah. Sebab hal tersebut, katanya, akan turut mengurangi stigma buruk terhadap Islam yang selama ini ada.

Termasuk, sebagai agama ekstrem, penuh radikalisme, dan lekat dengan terorisme. Melalui wasatiyah, Islam diharap mampu memberi kedamaian, harmonisasi dan toleransi terhadap agama-agama lain.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement