REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengunjungi tempat ibadah sekali dalam sepekan tak menjamin seseorang akan tetap berada pada keimanan. Ada kalanya saat berkeluh kesah dan tak mendapatkan jawaban atas masalah yang dihadapi, seseorang menjadi pesimistis, sehingga dia menganggap keimanan tidak menjadi solusi.
Hal ini dirasakan seorang aktivis sosial, Maunira Madison. Masa kecil dilaluinya di United Methodist Church di Chester, Vir ginia, Amerika Serikat. Saat dia mencoba menyelesaikan persoalan yang dihadapi dengan mengunjungi tempat ibadah, dia tidak mendapatkan apa-apa. Ketika itu, dia memberanikan diri untuk menanggalkan keimanannya dan menjadi seorang agnotis.
Selama sembilan tahun hidup tanpa agama, dia mencoba mencari makna kehi dupan melalui persahabatan, budaya, dan berbagai sisi kehidupan yang dihadapi se harihari. Namun, ia tak menemukan hal itu. Pada 2015 dia merawat ibunya yang men derita kanker. Saat itu, dia melihat kasih sayang adalah kunci kehidupan, terutama kepada orang tua. Ajaran hormat kepada orang tua dia dapatkan dalam Islam. Terutama, dalam hadis yang mengatakan surga berada di bawah kaki ibu.
Artinya adalah penghormatan kepada orang tua, terutama ibu, adalah keharusan. Dari situ, dia sangat tertarik kepada Islam. Ajaran yang dibawa Rasulullah ini dinilainya sebagai jawaban atas permasalahan yang selama ini dia hadapi. Madison selalu merawat orang tuanya. Hal itu dilakukannya seperti saat orang tua merawat Madison ketika kecil. Tutur kata dipilih yang baik, sehingga ti dak menyakiti perasaan orang tua. Apa yang diinginkan sang ibu selalu dipe nuhinya.
Ramadhan tahun ini adalah masa yang paling berkesan untuknya. Meski harus dilalui dalam kesunyian, Madison menilai, ini adalah masa penggemblengan yang luar biasa. "Saya akan mengatakan bahwa Ramadhan itu agak sepi, tetapi ada banyak ketenangan dalam kesendirian itu," kata Madison dalam npr.org.