Rabu 05 Jun 2019 10:39 WIB

Idul Fitri; Spirit Fitrah untuk Membangun Bangsa dan Negara

Esensi Idul Fitri adalah mengembalikan fitrah membangung bangsa.

Idul Fitri Ilustrasi
Foto:

Intinya, pembentukan negara bersifat ijtihadi menuju kemaslahatan umat. Heterogenitas merupakan keniscayaan hidup, tetapi tetap dalam bingkai keteraturan yang taat kepada hukum dan kesepakatan untuk mencapai kemaslahatan. Keadilan adalah inti dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara wajib menegakkan keadilan  demi kelestarian kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, negara yang tidak adil akan runtuh dan masyarakat akan anarkhi dan hancur. Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Kholdun: “Negara yang adil akan kekal sekalipun ia kafir, dan negara yang korup akan hancur sekalipun ia Islam.” 

Untuk bisa mewujudkan negara yang kuat dan bersatu tentu dibutuhkan spirit persaudaraan (ukhuwah). Sebagaimana Nabi tatkala hijrah dan membangun Madinah yaitu didasarkan atas prinsip persaudaraan dan persatuan untuk menjembatani keragaman agama, suku, dan golongan yang ada. 

Di Indonesia, patut kiranya kita merevitalisasi  konsep “trilogi ukhuwah” yang awalnya dikenalkan oleh tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH Ahmad Shiddiq (1926-1991). Konsep trilogi ukhuwah adalah menyatukan antara ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan dalam ikatan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia).   

Ukhuwah Islamiyah, adalah persaudaraan sesama pemeluk agama Islam, baik dalam bingkai kenegaraan atau bingkai keumatan. Inilah modal umat Islam dalam melakukan interaksi sosial sesama Muslim. Ukhuwah wathaniyah adalah persaudaraan untuk membangun persatuan antar anak bangsa dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Inilah modal dasar untuk melakukan pergaulan sosial dan dialog dengan pelbagai komponen bangsa Indonesia yang majemuk, tentu saja tidak terbatas pada satu agama semata.   

Sementara, ukhuwah basyariyah adalah persaudaraan yang paling mendasar sebagai manusia yang lahir dari bapak dan ibu yang sama, yaitu Adam dan Hawa. Ini  prinsip dan landasan untuk membangun persaudaraan manakala ukhuwah Islamiyah atau ukhuwah wathaniyah tak lagi mengikat dengan kuat. 

photo
Ilustrasi Berdoa Saat Merayakan Lebaran

 

Pada hari kemenangan kita dalam mengikat hawa nafsu untuk mencapai ketakwaan melalui ibadah puasa sebulan penuh, menahan lapar, haus dan hubungan seksual di siang hari, maka pada hari kemenangan ini, marilah, kita tunjukkan indikator keberhasilan dalam meraih ketakwaan, kita tunjukkan kesejatian diri yang “fitri” yang senantiasa menciptakan kemaslahatan dan kebaikan yang bukan hanya kepada diri sendiri, melainkan juga kepada orang lain. Kehidupan bermasyarakat adalah bagian dari tugas untuk memakmurkan bumi yang telah dimandatkan  Allah SWT kepada anak cucu Adam. Implementasi dari puasa Ramadhan kita tunjukkan diri ini tambah baik dan dan mengajak bahkan memperbaiki orang lain, yaitu menjadi orang shalih dan muslih (senantiasai melakukan perbaikan). 

Dengan kembali ke fitrah mudah-mudahan kita tambah memperekat tali persaudaraan dan persatuan dalam rangkan menciptakan kesejahteraan dengan semangat cinta Tanah Air dan membela bumi pertiwi untuk mencapai cita. Tugas kita kita adalah mengisi kemerdekaan dan merealisasikan cita-cita para pahlawan dalam menggapai kemaslahatan bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semoga Allah SWT menuntun dan membimbing kita untuk selalu menjaga jiwa kita agar tetap bertakwa dan berjalan pada fitrahnya serta ikhlas karena Allah SWT. Amin.

* Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement