REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Umat Islam menyandarkan kehidupannya pada kitab suci Alquran. Jika menemukan permasalahan dalam hidup, mereka akan merujuk ke wahyu ilahi. Dengan membacanya, masyarakat mendapatkan kepastian dan ketenangan sehingga mengetahui harus bersikap dalam hidup.
Untuk memastikan bahwa Alquran yang dibaca masyarakat Indonesia benar, negara membentuk panitia penashih Alquran. Lembaga itu merupakan satuan kerja yang disebut Lembaga Pentashihan Alquran yang berada di bawah naungan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Agama (Kemenag).
Selain memastikan kesahihannya, mushaf yang beredar juga harus sesuai dengan kekhasan Indonesia yang sebagian masyarakatnya minim pengetahuan bahasa Arab. Kepala Lajnah Pentashihan Alquran Kemenag Dr Muchlis M Hanafi menjelaskan panjang lebar seperti apa proses tashih Alquran kepada wartawan Republika Muhyiddin. Berikut petikannya.
Apa standar bahan pembuatan Alquran?
Sesuai dengan kebijakan, pada prinsipnya bahan yang digunakan untuk membuat Alquran harus suci. Memang tidak ada ketentuan harus kertas jenis apa. Itu diserahkan kepada kreativitas penerbit. Syaratnya, tetap harus suci.
Apa tantangan menashih Alquran?
Sekarang orang mengaji tidak hanya dari Alquran cetak. Era digital telah menggeser pola kehidupan menjadi serbainternet, aplikasi, dan turunannya. Dari situlah kemudian muncul aplikasi Alquran digital yang diproduksi orang-orang kreatif dari berbagai negara
Siapa yang menggaransi bahwa produk itu sahih?
Ini menjadi tugas kita bersama. Kita menginventarisasi 250 aplikasi Alquran digital yang bisa diakses. Kita sudah mendeskripsikan juga siapa pembuatnya dan membuat mushaf model apa. Dengan segala keterbatasan, kita mencoba untuk mengawasi peredaran mushaf Alquran di masyarakat.
Maka, diperlukan peran aktif masyarakat dalam pengawasan ini. Kalau mereka menemukan kejanggalan dalam aplikasi mushaf yang beredar, si lakan hubungi kami. Tentu, akan kami res pons dengan cepat sehingga ada tindakan yang terukur untuk menangani masalah ini. Ada enam perusahaan yang membuat aplikasi Alquran digital.
Kita terbitkan tanda tashih. Kedua, mushaf cetakan. Kalau lihat di pasaran, industri penerbitan Alquran tak pernah turun. Selalu naik. Dunia per bukuan mungkin lesu, tapi tak berlaku bagi Alquran. Umat semakin kreatif mencetak Alquran.
Masing-masing ingin tampil beda. Luar biasa ya. Kita harus men curahkan tenaga ekstra untuk melayani permintaan mereka. Ditambah lagi kalau ada yang mendaftarkan hak kekayaan intelektual sehingga pihak lain harus lebih kreatif menghasilkan cetakan Alquran.
Sekarang ada yang concern di mushaf waqaf ibtida, yaitu Alquran yang dilengkapi dengan tanda memulai dan berhenti membaca ayat Alquran yang afdal. Padahal, kavling dunia penerbitan kecil. Kalau masing-masing membuat kavling, ya akan rawan terjadi gesekan antarpenerbit.
Di tengah kompetisi sedemikian rupa, tidak jarang ada penerbit yang lebih mengutamakan kepentingan bisnis daripada menjaga kesucian Alquran. Ada kasus penerbit mencetak dengan cetakan yang tidak bagus. Kualitas kertas, jilidan, dan tinta sangat minim. Kita panggil si penerbit.
Apa kata mereka? Alasannya, harus ber saing dengan penerbit besar yang membuat produk berkualitas berharga murah. Sedangkan, penerbit ini menekan biaya produksi, tapi mengabaikan kualitas. Sayang sekali kalau seperti ini. Ada saja kasus seperti ini meski tidak banyak.
Bagaimana dengan menashih potongan ayat atau surah Alquran?
Tantangan lainnya begini. Definisi mushaf tidak hanya yang utuh. Kita mengartikan istilah ini ada yang utuh atau bagian dari mushaf. Misalnya, ada yang mau mencetak poster kaligrafi Alquran. Itu harus ditashih. Kemudian, yang mencetak surah Yasin untuk acara tertentu, dan Majmu' Syarif. Ini biasanya dilakukan penerbit kecil, misal kan yang biasa mencetak kartu nama di berbagai tempat. Berdasarkan kebijakan Kementerian Agama, dua produk itu tentu harus ditashih.
Kita kesulitan untuk mengontrol mereka. Kalau penerbit besar dapat mencetak Alquran dalam jumlah yang luar biasa. Berdasarkan data kami, ada 60-70 penerbit seperti itu. Mereka kooperatif dan mendukung kebijakan kita. Secara berkala, mereka konsisten menerbitkan Alquran yang sudah kami tashih.