Selasa 30 Apr 2019 11:43 WIB

Antara Diplomasi dan Dakwah

Diplomasi bagi sebuah entitas suatu bangsa mutlak diperlukan.

Dakwah
Foto:

Media surat merupakan instrumen penting dalam berdiplomasi di kalangan para pemimpin suku atau negara tertentu. Rasulullah menggunakan surat untuk mengajak petinggi sebuah kaum ataupun bangsa untuk memeluk Islam.

Dalam sejarah tercatat, Rasulullah beberapa kali menggirimkan surat. Kesekian surat itu disampaikan oleh utusan yang secara khusus dipilih oleh Rasulullah.

Urusan penulisan suratnya sendiri, Rasulullah memercayakannya ke sejumlah sahabat yang kemudian dikenal dengan para pencatat kuttab. Soal alih bahasa, Rasulullah menunjuk beberapa sahabatnya yang lantas disebut sebagai mutarjim.

Jumlah mereka cukup banyak, kurang lebih 43 sahabat. Beberapa di antaranya diulas dalam kitab karangan Ibn Hadidah (783 H) yang berjudul  Al Mishbah Al Mudli' fi Kuttab An Nabiyy Al Umiyy wa Rusulihi Ila Al Muluk Al Ardl Min 'Arabiyyin Wa 'Ajamiyyin.

Dokumentasi tentang surat-surat Rasulullah dianggap penting dan menyimpan nilai sejarah tinggi. Adalah Muhammad Ibn Thulun Ad Dimasyqi (880-953 H), ulama multidisiplin ilmu, menulis kitab yang diberi tajuk A'lam As Sailin 'An Kutub Sayyid Al Mursalin.

Karya yang ditulis oleh tokoh bermazhab Hanafi itu diklaim sebagai kitab pertama yang mencoba menginventarisasi surat-surat Rasulullah secara khusus. Jumlahnya memang relatif sedikit.

Tidak semua surat yang pernah dikirimkan oleh Rasulullah terekam oleh para sahabat. Dan, hampir keseluruhannya beralih dari generasi satu ke generasi lainnnya melalui cara periwayatan.

Klaim itu mungkin bisa saja benar lantaran tokoh kelahiran Salhia, Damaskus, Suriah, itu memang ilmuwan yang untuk kali pertama fokus mengumpulkan risalah-risalah tersebut. Tetapi, bukan berarti tidak pernah terdapat tokoh ulama yang mendokumentasikan surat-surat tersebut sebelumnya. Ada, hanya, mereka belum menuangkannya secara khusus ke sebuah karya. Surat-surat itu ditulis berserakan di berbagai kitab sirah nabi atau buku-buku sejarah.

Sebut saja, misalnya, Ibnu Ishaq (151 H) yang menulis kitab As Sirah An Nabawiyah, Muhammad Ibn Sa'ad (230 H) dalam kitab ath-Thabaqat al-Kubra, atau Muhammad Ibn Sayyid an-Nass al-Yamuri (734) dengan kitab 'Uyun Al Atsar.

Dari dua kitab yang terakhir itulah, ditambah dengan kitab Nashb ar-Riwayah li Ahadits al-Hidayah karangan Az Zaila'I, Ibnu Thulun banyak menyadur dan menukil surah-surah tersebut.

Berbagai usaha yang telah dilakukan para ulama terdahulu cukup dapat membuktikan bahwa dari aktivitas surat-menyurat saja, akar berdiplomasi damai begitu kuat dalam Islam. Ada korelasi kuat antara diplomasi dan dakwah Islam di sana.     

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement