Rabu 27 Feb 2019 15:55 WIB

Tantangan Dakwah Islam kepada Penghayat Kepercayaan

Penghayat kepercayaan ini sambutan masyarakat ada yang baik dan ada yang menolak.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) kini telah resmi dicantumkan agama Penghayat Kepercayaan. Masyarakat ada yang menyambut baik, ada juga yang masih menolak.

Namun bagi masyarakat Muslim, ini harus dijadikan tantangan agar dakwah tentang Islam agama perdamaian, bisa sampai dengan baik. “Ini tantangan dakwah. Bukan malah yang merasa paling Islam membully atau menistakan mereka,” ujar Ketua Umum GP Anshor, Yaqut Cholil Qoumas, saat dihubungi Rabu (27/2).

Baca Juga

Bagi dia, Penghayat Kepercayaan ini memang harus dihargai keberadaannya dan tidak ada masalah jika memang harus dicantumkan dalam KTP-el. Mempercayai keberadaan Tuhan namun tidak percaya ajaran agama, ini memang biasanya disebut orang-orang yang memegang paham agnostik.

“Saya ingin menyitir Gus Dur, jika para penghayat ini syahadatnya belum lengkap. Baru percaya Tuhan, belum sampai percaya nabi,” kata pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri memastikan sosialisasi terkait pencantuman kolom penghayat kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) sudah dilakukan sejak 2017. Hal itu diperkuat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi dalam Undang-Undang yang menyebutkan warga wajib mencatumkan agama pada KTP-nya.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, menjelaskan sebelum adanya penegasan dari MK pun, pemerintah sudah mengakui adanya penghayat kepercayaan. Menurutnya, dalam UU Administrasi Kependudukan pun sudah disebutkan bahwa penghayat diakui dan didata serta dicatat identitasnya dalam basis data kependudukan.

"Jadi salah kalau katakan penghayat baru diakui sekarang. Oh tidak, dari dulu datanya sudah masuk dalam database. Kemudian diperkuat dengan putusan MK tahun 2017 lalu, keluar putusan. 2018 kami implementasikan," kata Zudan di Istana Negara, Selasa (26/2).

Ia menambahkan, dalam kolom penghayat kepercayaan pun bukan ditulis organisasi kepercayaannya seperti Parmalim atau Sunda Wiwitan. Yang dicantumkan di KTP adalah penulisan 'Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa'.

"Kepercayaannya hanya satu. Kepercayaan terhadap Tuhan YME. Kalau organsiasi ada Parmalim, Sunda Wiwitan, itu nama organisasinya. Bukan itu yang dituliskan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement