REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Setia Gumilar
JAKARTA-- Secara hakikat, manusia dalam menyelami kehidupan ini menginginkan kebahagiaan, baik secara spiritual maupun material. Kebahagiaan yang akan diraih seorang manusia ditentukan oleh upayanya memahami kehidupan ini. Salah satu upaya yang harus dilampaui adalah memahami keberadaannya sebagai seorang manusia.
Dalam ajaran Islam, konsep manusia terbagi dalam tiga nama, yaitu al-Insan, al-Basyar, dan an-Naas. Al-Insan dipahami sebagai seseorang yang harus menjadikan jati dirinya sebagai cendekia dan membutuhkan kekuatan psikis. Artinya, kemampuan intelektual sebagai dasar bagi eksitensi manusia di alam raya ini.
Al-Basyar dipahami sebagai seseorang yang membutuhkan kekuatan secara fisik. Sedangkan, an-Naas dipahami bahwa seorang manusia harus mempunyai kemampuan untuk melakukan interaksi dalam kehidupan ini. Pemahaman ketiga konsep ini merupakan gerbang awal bagi manusia untuk menunjukkan eksistensi dirinya dalam meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam realitasnya, sering ditemukan eksistensi manusia yang dihadapkan kepada berbagai persoalan, hingga ia tidak mampu untuk melakukan upaya survive dalam kehidupan ini. Banyaknya fenomena kejahatan yang ada di hadapan kita, seperti korupsi, perkelahian, frustrasi, dan sebagainya disebabkan oleh ketidakmampuan manusia mengendalikan jati dirinya sebagai al-Insan, al-Basyar, dan an-Naas.
Sudah selayaknya, Alquran sebagai pedoman umat Islam dijadikan landasan dalam melakukan aktivitas di berbagai aspek kehidupan. Ketika ini dilakukan oleh segenap umat Islam, niscaya berbagai persoalan dan keinginan meraih sukses akan selalu digapai. Allah SWT berfirman, Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman..." (QS al-Israa [17]: 82).
Dalam ayat di atas, dijelaskan bahwa Alquran merupakan obat dan rahmat bagi umat Islam. Pertanyaannya, bagaimana caranya supaya Alquran ini bisa menjadi obat dan rahmat? Memahami kembali keyakinan dalam melakukan proses beragama merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh segenap umat Islam. Dalam hal ini, membenarkan ajaran hingga yakin sebagai satu-satunya pijakan dalam kehidupan harus ada dalam kesadaran kita. Tentunya, bentuk kesadaran itu adalah kesadaran yang menghubungkan antara pikir dan zikir, bukan hanya salah satunya. Menghubungkan kedua kesadaran ini akan menjadikan kita sebagai pribadi yang disebut dalam Alquran, ulul albab.
Apabila hal tersebut sudah dilakukan, muara keimanan kita akan senantiasa tertancap dalam hati yang terimplementasikan dalam bentuk amal perbuatan, seperti melakukan berbagai bentuk dakwah yang menyeru kepada kebenaran dengan diikuti oleh sikap sabar dalam melaksankannya. Sudah selayaknya dalam melakukan proses dakwah tersebut dibutuhkan pedoman atau referensi, yaitu menjadikan Alquran sebagai pijakannya.
Mari kita renungkan firman Allah SWT dalam surah al-Israa [17]: 79-81 yang menerangkan bahwa kesuksesan umat Islam dapat diraih dengan senantiasa kita melaksanakan shalat Tahajud secara konsisten. Dengan melakukannya, Allah akan menempatkan kita dalam tempat yang terpuji, senantiasa mendapat pertolongan-Nya, dan diberikan kesadaran untuk selalu berada dalam posisi yang benar dan dihindarkan dalam posisi yang batil. Wallahu a'lam.