Senin 01 Apr 2019 05:05 WIB

Ketika Rasulullah Bertanya pada Mu'adz

Mu'adz adalah tokoh dari kalangan anshar.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Gurun pasir (ilustrasi)
Foto:

Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu'adz kembali ke Yaman. Umar tahu bahwa Mu'adz telah menjadi seorang yang kaya raya, maka ia mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar kekayaan Mu'adz itu dibagi dua. Tanpa menunggu jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Mu'adz dan mengemukakan masalah tersebut.

Mu'adz adalah seorang yang bersih tangan dan suci hati. Dan seandainya sekarang ia telah menjadi kaya raya maka kekayaan itu diperolehnya secara halal, tidak pernah diperolehnya dengan berbuat dosa. Bahkan, juga tak hendak menerima barang yang syubhat.

Oleh sebab itu, usul Umar ditolaknya dan alasan yang dikemukakannya dipatahkannya dengan alasan pula. Umar berpaling meninggalkannya. Pagi-pagi keesokan harinya Mu'adz pergi ke rumah Umar. Ketika sampai di sana, Mu'adz merangkul dan memeluk Umar, sementara air mata mengalir mendahului katakatanya.

"Malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air, hingga saya cemas akan tenggelam. Untunglah Anda datang, hai Umar, dan menyelamatkan saya!

Kemudian, bersama-sama mereka datang kepada Abu Bakar dan Mu'adz meminta kepada khalifah untuk mengambil separuh hartanya. Tidak satu pun yang akan kuambil darimu, ujar Abu Bakar. Sekarang harta itu telah halal dan jadi harta yang baik, kata Umar meng ha dapkan pembicaraannya kepada Mu 'adz.

Andai diketahuinya bahwa Mu'adz memperoleh harta itu dari jalan yang tidak sah, maka tidak satu dirham pun Abu Bakar yang saleh itu akan menyisakan baginya. Tapi, Umar tidak pula berbuat salah dengan melemparkan tuduhan atau menaruh dugaan yang bukan-bukan terhadap Mu'adz.

Namun, masa itu adalah masa gemilang, penuh dengan tokoh-tokoh utama yang berpacu mencapai puncak keutamaan. Di antara mereka ada yang berjalan secara santai, tak ubah bagi burung yang terbang berputar-putar, ada yang berlari cepat, dan ada pula yang berlari lambat, tapi semua berada dalam kafilah yang sama menuju kepada kebaikan.

Menjelang akhir hayatnya, Mu'adz berdoa, Ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan, tetapi hanyalah untuk menutup haus di kala panas dan menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan, dan ketaatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement