Jumat 29 Mar 2019 13:45 WIB

Quebec Kanada akan Sahkan Larangan Simbol Agama

Quebec Kanada mengikuti Prancis yang memisahkan simbol-simbol agama.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nashih Nashrullah
Jilbab (ilustrasi)
Foto: .
Jilbab (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, QUEBEC CITY — Provinsi Quebec, Kanada, berencana mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) yang melarang pemakaian simbol agama untuk karyawan sektor publik selama jam kerja. 

Draf regulasi yang diperkenalkan pada Kamis (28/3) lalu itu langsung menuai kontroversi.

Baca Juga

Dilansir di the Guardian, kritikus menuding regulasi itu menargetkan perempuan Muslim yang mengenakan jilbab atau penutup kepala lainnya. Undang-undang yang diusulkan pemerintah provinsial Koalisi Avenir Québec (CAQ) yang berhaluan kanan berbenturan dengan kampanye Perdana Menteri (PM) Justin Trudeau. 

Trudeau mempromosikan kebebasan beragama dalam tahun pemilihan federal dengan menjadikan Quebec sebagai medan pertempuran vital.

“Tidak terpikirkan oleh saya dalam masyarakat bebas kita akan melegitimasi diskriminasi terhadap warga berdasarkan agama mereka,” kata Trudeau.

Undang-undang yang segera disahkan itu akan mengatur pekerja publik di posisi otoritas, termasuk guru, hakim, dan petugas polisi. 

Pengaturan membebaskan pegawai pemerintah dan pegawai negeri saat ini, di provinsi yang sebagian besar berbahasa Prancis tersebut.

Selama bertahun-tahun, pemerintah di Quebec membatasi pegawai negeri sipil mengenakan simbol-simbol agama secara terang-terangan, seperti jilbab dan penutup kepala Yahudi di tempat kerja.

Larangan penutupan wajah penuh terhadap pemberi atau penerima layanan publik di Quebec disahkan pada 2017, tetapi ditangguhkan seorang hakim Kanada pada Juni lalu.

CAQ terpilih pada akhir tahun lalu karena sebagian janji politiknya membatasi imigrasi dan memaksakan hak khusus sekuler. 

Perdana Menteri Quebec François Legault mengatakan, rancangan undang-undang (RUU) itu mewakili nilai-nilai penting daerahnya. 

Namun, kecaman langsung terdengar dari kelompok advokasi Yahudi, B'nai Brith. Kelompok itu menganggap RUU tersebut sebagai serangan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan di Quebec. 

Sementara itu, Dewan Nasional Muslim Kanada beranggapan RUU itu akan menjadikan Muslim dan minoritas lainnya sebagai warga negara kelas dua. 

Terlepas dari itu, kebijakan tersebut akan sangat mempengaruhi wanita Muslim. 

Seperti Prancis yang memberlakukan larangan kerudung, salib, dan simbol agama lainnya di sekolah-sekolah pada 2004, Quebec telah berjuang untuk merekonsiliasi identitas sekulernya padahal di saat yang sama populasi Muslim yang terus bertambah. Banyak Muslim merupakan imigran Afrika Utara.

Menteri Quebec untuk Urusan Perempuan mendapatkan kecaman dari para politisi oposisi awal tahun ini setelah mengatakan jilbab adalah simbol penindasan perempuan. 

Sementara itu, politisi Kota Montreal menghadapi reaksi usai menulis kemarahannya di Facebook karena dirawat seorang dokter yang mengenakan jilbab. Dia menyebut jilbab sebagai simbol Islamisasi di negaranya.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement