REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim dinilai perlu memiliki badan yang khusus mengurusi halal. Badan yang dimaksud setidak-tidaknya setingkat kementerian sehingga mampu mendorong Indonesia menjadi pusat Industri halal dunia.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah dalam pelatihan bertajuk "Pendampingan bagi Pelaku Usaha untuk Memeroleh Sertfikasi Halal" di Jakarta, hari ini. Lebih lanjut, dia menyesalkan Indonesia yang tidak masuk 15 negara teratas menurut survei GIE Indicator Score. Di sisi lain, potensi industri halal di Tanah Air sangat besar sebagai negara berpenduduk signifikan Muslim.
"Jadi memang sebenarnya setingkat Indonesia berpenduduk besar yang potensial menjadi market produk halal terbesar di dunia harus mempunyai badan yang di bawah presiden langsung. Namanya badan halal atau apapun," kata Ikhsan Abdullah, Selasa (26/3).
Menurut dia, Badan Penyelenggara Jaminan Prodak Halal (BPJPH) belum cukup mampu menjadikan Indonesia sebagai pusat industri halal. Sebab, levelnya belum di bawah kementerian. "Saya kira enggak positif karena di samping jalannya akan terseok-seok dia tidak bebas bergerak karena di bawah kementrian (Kementeria Agama)," ujar dia.
Dia memaparkan, pelaksanakan sistem jaminan halal bersinggungan dengan hampir semua kementerian. Sebut saja, Kementerian Industri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kesehatan.
Karena itu, lanjut Ikhsan, sudah selayaknya Indonesia memiliki badan khusus halal yang berada langsung di bawah presiden. Saat ini, BPJPH baru dalam levelnya setara direktorat jenderal.
"Ini yang menjadikan sesak nafas BPJPH enggak bisa jalan," sebut dia.
BJPH memiliki badan perencanaan pengembangan (BPP) halal. Namun, sebut dia, badan tersebut tak bisa meminta, misalnya, Kementerian Kesehatan untuk mewajibkan semua produsen obat memiliki sertifikasi halal. Sebab, levelnya masih setingkat ditjen, bukan sama-sama kementerian.
Selain itu, dia juga menyoroti apa yang disebut etika birokrasi. BPJPH tidak bisa mengajak menteri untuk rapat dalam perencanaan pengembangan halal.
Untuk itu, penting menjadikan badan halal tersebut berada langsung di bawah presiden. Ikhsan membandingkan keadaan dengan di negeri jiran. "Sehingga dia (BPJPH) mempunyai powerful untuk mengintegrasikan industrial dengan menteri terkait bisa jalan seperti Malaysia," kata dia.
Malaysia, sebut Ikhsan, memiliki lembaga yang bisa mengeluarkan sertfikasi halal, yakni Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Otoritas JAKIM berada langsung di bawah perdana menteri selaku kepala pemerintahan. "Jadi, selevel dengan kementerian. Baru ini bisa jalan," tukas dia.
Menurut dia, menjadikan BPJPH selevel kementerian juga sesungguhnya selasar dengan amanat Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jaminan Prodak Halal. "Yang melaksanakan UU ini harus kementerian bukan BPJPH. Apa mungkin Kementerian Agama bisa melaksanakan ini enggak mungkin. Bolak-balik ngurusin haji aja repot," ujar dia.