Jumat 08 Mar 2019 20:06 WIB

Sejarah Kesultanan Siak Sri Inderapura (2)

Sang perintis Kesultanan Siak, Raja Kecil kini dapat merebut Johor.

Istana Kesultanan Kesultanan Siak Sri Inderapura di Riau
Foto: tangkapan layar wikipedia
Istana Kesultanan Kesultanan Siak Sri Inderapura di Riau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekarang, Raja Kecil telah mencapai usia 13 tahun. Dengan izin Putri Jamilan, dia berkelana mencari ilmu dan pengalaman. Perjalanan ini membuka wawasannya tentang adat istiadat bangsa Melayu, terutama di Palembang yang menjadi sekutu Pagaruyung.

Baca juga: Sejarah Kesultanan Siak Sri Inderapura (1)

Begitu pulang, dia diminta ibu asuhnya itu agar mengunjungi Siak. Di sanalah Raja Kecil menyelidiki kekuatan Johor, penguasa daerah tersebut. Siak memang sempat diduduki Melaka tetapi sejak 1511 kerajaan tersebut ditaklukkan Portugis. Kejayaannya di Tanah Melayu, termasuk sepanjang Sungai Siak, diteruskan Kesultanan Johor.

Bagaimanapun, penjagaan Johor atas Siak tidak begitu ketat. Sejak 1662, hanya ada seorang syahbandar yang bertugas memungut pajak dari kapal-kapal yang melintasi Sungai Siak. Jabatan wakil pemerintahan pusat Johor di Siak dibiarkan kosong. Sultan Johor menilai kedudukan wakil raja memerlukan biaya besar. Padahal, perdagangan di sekitar Sungai Siak belum menunujukkan kemajuan yang berarti.

Beberapa waktu lamanya Raja Kecil di Siak, Putri Jamilan memerintahkannya agar berangkat ke Johor. Tujuannya agar pemuda ini dapat melampiaskan dendam atas kematian ayah kandungnya. Untuk itu, sebuah rencana sudah disiapkan. Raja Kecil akan ikut rombongan Pagaruyung yang mengantarkan surat resmi ke istana Johor.

Setelah masuk ke dalamnya, Raja Kecil menangkap dan mengeksekusi para pelaku pembunuhan Sultan Mahmud. Agar siasat ini berjalan mulus, Putri Jamilan berkirim surat kepada VOC (Kompeni/Belanda) untuk meminta dukungan persenjataan. Orang-orang Bugis juga dimintai bantuannya dengan janji akan diberikan kedudukan yang tinggi di Johor. Namun, sampai tiba waktunya keberangkatan, para pelaut Bugis yang dinanti-nantikan tak kunjung tiba.

Pada akhirnya, rencana ini berhasil. Raja Kecil dapat merebut singgasana Johor dari Abdul Jalil Syah IV sekaligus menuntaskan dendam kematian ayahnya. Peristiwa itu terjadi pada 1717. Sebagai penguasa Johor yang baru, dia bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I.

Namun, kemenangan ini tidak bertahan lama. Lima tahun kemudian, Raja Kecil terlibat dalam perang saudara dengan Sulaiman. Putra Abdul Jalil Syah IV ini bekerja sama dengan kaum Bugis yang kecewa terhadap janji Putri Jamilan yang tak kunjung diwujudkan. Raja Kecil kemudian menyingkir dari Johor dan mendirikan kerajaan baru di Siak.

Pada 1723, Raja Kecil memilih Buantan yang terletak di tepi Sungai Siak sebagai pusat pemerintahan. Sebuah istana, Balairung Sati, serta benteng-benteng pertahanan didirikan di sana. Hal ini menandai secara resmi pendirian Kesultanan Siak.

Secara budaya, daerah Siak termasuk ranah kebudayaan Melayu. Bahasa dan adat istiadat masyarakat tempatan mengikuti Melayu. Para pengikut setia Raja Kecil dari kalangan Minangkabau tidak memiliki tanah di daerah ini. Oleh karena itu, mereka menjadi pembesar yang terbatas di lingkungan istana Siak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement