Jumat 08 Mar 2019 20:02 WIB

Sejarah Kesultanan Siak Sri Inderapura (1)

Sejarah Kesultanan Siak berkaitan dengan riwayat Raja Kecil.

Istana Kesultanan Kesultanan Siak Sri Inderapura di Riau
Foto: tangkapan layar wikipedia
Istana Kesultanan Kesultanan Siak Sri Inderapura di Riau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesultanan Siak Sri Inderapura ikut mewarnai sejarah Islam di Bumi Melayu. Lokasi kerajaan ini berada di tepi Sungai Siak atau yang sekarang termasuk wilayah Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Nama Siak Sri Inderapura merupakan perpaduan bahasa Melayu dengan bahasa Sanskerta.

Dalam bahasa Melayu, istilah siak-siak merujuk pada tumbuhan berkhasiat obat yang mudah dijumpai di sekitar Sungai Siak. Siak juga berarti ‘seorang petapa yang taat beragama.’ Sementara itu, sri, indera, dan pura dalam bahasa Sanskerta berturut-turut adalah ‘cahaya’, ‘raja’, dan ‘kota’. Dengan demikian, nama kerajaan ini bermakna ‘pusat kota raja yang taat beragama’.

Baca Juga

Raja Kecil mendirikan Kesultanan Siak di Buantan pada 1723. Leonard Y Andaya dalam buku Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka (2008:75) menggambarkan sosok Raja Kecil sebagai putra Sultan Mahmud II, pemimpin Johor, dari selirnya yang bernama Encik Pong. Perempuan itu adalah putri Laksamana.

Berdasarkan Hikayat Siak, sultan Johor itu telah melakukan suatu perbuatan yang menyulut kontroversi di istana. Akhirnya, dia menjemput ajal di tangan Laksamana Megat Sri Rama.

Setelah itu, Kerajaan Johor dipimpin Datuk Bendahara Tun Hebab. Gelarnya, Abdul Jalil Syah IV. Encik Pong yang saat itu sedang mengandung melarikan diri ke Temasek (kini Singapura).

Tak lama kemudian, istri almarhum Sultan Mahmud itu melahirkan seorang bayi yang diberi nama Raja Kecil. Laksamana membawa cucunya itu kepada pemimpin kaum pelaut di Temasek yang lantas mengantarkannya kepada Temenggung Muar.

Saat Raja Kecil memasuki usia tujuh tahun, Temenggung Muar membawanya kembali ke Johor. Suatu ketika, Raja Kecil bersama teman-temannya bermain. Mereka kemudian tidak sengaja mengunyah tanaman yang ternyata mengandung racun di sekitar makam Sultan Mahmud II.

Berbeda dengan kawan-kawannya, Raja Kecil selamat dari efek mematikan tanaman ini. Laksamana lantas menceritakan kejadian itu kepada Nakhoda Malin. Sang pelaut begitu terkesan dengan keajaiban yang dialami cucu kawannya itu.

Beberapa tahun kemudian, Nakhoda Malin mengajak Raja Kecil untuk ikut berlayar menyusuri Sungai Batanghari. Tibalah keduanya dan rombongan di wilayah Pagaruyung. Nakhoda Malin punya hubungan yang baik dengan penguasa Pagaruyung kala itu.

Seperti dirinya, raja Pagaruyung Yam Tuan Sakti juga terkesan dengan Raja Kecil. Malahan, Tuan Sakti ingin mengangkatnya sebagai anak.

Raja Kecil lantas dibawa ke istana Pagaruyung. Ibu suri Kerajaan Pagaruyung, Putri Jamilan, dengan senang hati mengasuh anak yatim asal Johor ini. (bersambung)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement