REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah hadis, Rasulullah Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya orang yang paling baik keislamannya adalah yang paling indah akhlaknya." Dengan kata lain, faktor keindahan tidak melulu persoalan yang tampak di mata, melainkan juga kedirian seseorang.
Setiap orang pasti ingin tampil baik di hadapan orang lain. Untuk itu, perhiasan menjadi barang yang mesti ada untuk memperindah penampilan diri. Namun, seperti telah diisyaratkan Nabi SAW, hiasan yang utama bukanlah benda-benda yang lekat di badan, tetapi bagaimana seseorang bersikap di tengah lingkungannya atau dalam interaksinya dengan orang sekitar.
Bagi seorang Muslim, perhiasan yang paling menawan adalah akhlak mulia.Tidak hanya indah dipandang, tetapi juga mencakup persoalan yang lebih jauh lagi, yakni ridha Allah SWT. Menghiasi diri dengan akhlak mulia berarti mempertegas jati diri sebagai makhluk ciptaan-Nya yang telah diberi perangkat akal dan hati.
Alquran surah at-Tin ayat 5-6 menjelaskan hal tersebut. Artinya, "Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna. Kemudian Kami kembalikan manusia kepada derajat yang paling rendah."
Akhlak menjadi parameter yang membedakan manusia dengan binatang. Akal yang tidak dipakai untuk menunjukkan akhlak yang baik, tidak ubahnya naluri hewan buas yang mengancam orang-orang di sekitarnya. Tanpa akhlak, kehidupan sosial akan kacau (chaos).
Manusia yang tidak peduli dengan akhlak yang baik sebenarnya sedang terjerumus dalam kehinaan. Walaupun berkuasa dan kaya, manusia yang tuna-akhlak akan berangsur-angsur ditinggalkan orang-orang terdekat. Kalaupun ada yang membersamainya, hanya didasari keinginan atau kepentingan-kepentingan transaksional.
Masyarakat yang hidup tanpa akhlak mulia bagaikan sekumpulan hewan di hutan rimba. Mereka saling terkam dan buru-memburu. Yang kuat menindas yang lemah. Yang kaya menindas kaum papa. Demikian seterusnya.
Hal yang paling urgen adalah tidak adanya akhlak dalam diri seorang pemimpin. Apalagi bila para pembantunya yang terus bertepuk tangan, membela kejahatan sang pemimpin. Inilah lonceng "kematian" peradaban bagi kaum yang dipimpinnya.
Sejarah telah membuktikan, Islam menyebar luas ke seluruh pelosok Bumi bukan karena paksaan. Orang-orang terpikat untuk masuk ke dalam agama ini lantaran akhlak baik dan ajarannya, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW.