REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjuangan Rasulullah SAW untuk menegakkan Islam tidak dilalui dengan mudah. Berbagai suka duka dilewati, termasuk berbagai perang sebagai bentuk pembelaan diri kolektif. Salah satu pertempuran besar dan yang begitu menentukan dalam sejarah terjadi di Lembah Badar.
Perang Badar--demikian namanya--terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriah (setara 13 Maret 624 Masehi). Dalam perang ini, kaum Muslimin yang berjumlah 313 orang memetik kemenangan dari kaum Musyrikin yang jumlahnya lebih dari tiga kali lipat.
Ada banyak hikmah dari peristiwa historis ini. Menurut pakar Alquran KH Ahsin Sakho Muhammad, Perang Badar merupakan refleksi dari geliat kaum Muslimin yang sebelumnya ditindas kaum Musyrikin.
Setelah kaum Muslimin hijrah ke Yastrib (Madinah), banyak harta dan rumah mereka yang lantas dirampas kaum musyrik Quraisy. Sebenarnya, lanjut Kiai Ahsin, umat Islam kala itu tidak berniat perang.
Mereka saat itu berbondong-bondong keluar dari Madinah ke Badar untuk menghadang kafilah Quraisy yang membawa barang-barang hasil rampasan dari kaum Muhajirin. Sebab, sejatinya itu masih harta mereka, bukan kaum musyrikin itu. Adapun kafilah Quraisy tadi hendak berdagang ke Syam (Suriah).
Namun, kaum Quraisy ternyata mendengar kabar rombongan Muslimin itu, sehingga menyangka akan terjadi perang. Para pemuka musyrikin di Makkah lantas menyiapkan balatentara untuk menekan Madinah.
Menghadapi rongrongan militer kaum musyrikin itu, Nabi Muhammad SAW mengadakan musyawarah. Akhirnya, baik kaum Anshar maupun Muhajirin sepakat untuk bersatu-padu membentuk pasukan untuk menghadapi balatentara musyrikin.
Kiai Ahsin menuturkan, Allah SWT menolong kaum Muslimin dalam Perang Badar melalui beberapa hal. Pertama, turunnya hujan, sehingga memudahkan kaum Muslimin. Kedua, mereka saat itu diberi waktu yang cukup untuk tidur, sehingga cukup energi dan kembali bugar saat bangun. Ketiga, adanya strategi yakni beberapa sumur diurug terlebih dahulu, supaya kaum musyrikin tidak mendapat jatah air.
"Di sini, ada usaha lahiriah dan batiniah. Allah tidak akan memberikan kesuksesan kepada seseorang kecuali orang itu telah melakukan usaha lahiriah, sehingga orang itu pantas menang," kata Kiai Ahsin saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (13/3).
Saat perang Badar, kaum muslimim membawa senjata seadanya. Secara kasat mata, mereka sangat mungkin kalah. Namun berkat pertolongan Allah, kaum Muslim akhirnya menang.
Pada waktu berkecamuk perang, seperti dituturkan berbagai sirah nabawiyah, Allah menurunkan malaikat sebagai bala bantuan kepada umat Rasulullah SAW. Usai perang, 70 orang musyrikin menjadi tahanan kaum Muslimin.
Dari kisah perang Badar ini, Kiai Ahsin mengatakan ada hikmah yang dipetik. Ia mengatakan, umat Islam harus menunjukkan baik usaha lahiriah maupun batiniah. Saat itu, menurut Kiai Ahsin, Nabi SAW terus berdo'a di tendanya di malam hari. Bahkan, Nabi SAW berdoa sambil berdiri.
Dari kisah Perang Badar pula, dia melanjutkan, ada hikmah yakni segala kesuksesan dan kemenangan mesti melalui usaha yang serius.
"Karena tidak ada rezeki yang langsung turun dari langit. Maka berdoalah kepada Allah bahwa ia sedang berusaha mencari rezeki. Semua kesuksesan itu pada akhirnya bermuara pada anugerah Allah SWT," lanjut dia.
Hikmah lainnya ialah, ternyata kelompok yang berjumlah kecil dapat mengalahkan kelompok besar atas izin Allah. Karena itu, dia mengingatkan agar kaum Muslimin tidak berputus asa dalam berjuang. Demikian pula, jangan terlena oleh banyaknya kuantitas. Berfokuslah pada peningkatan kualitas.
"Umat Islam hendaknya memiliki keteguhan hati dan keikhlasan dalam berjuang di jalan Allah. Kita juga harus berpikir bagaimana menyatukan dunia Islam, kita perlu mengevaluasi kaum Muslimin agar tidak menjadi seperti minoritas yang tertindas. Padahal seharusnya, mayoritas memiliki kekuatan," tambahnya.