Rabu 13 Mar 2019 06:30 WIB

Orang yang Bangkrut dalam Pandangan Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya tentang hakikat orang yang bangkrut.

Orang yang Bangkrut dalam Pandangan Nabi Muhammad SAW;. (Ilustrasi) orang bermunajat
Foto: alifmusic.net
Orang yang Bangkrut dalam Pandangan Nabi Muhammad SAW;. (Ilustrasi) orang bermunajat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Suatu hari, Nabi Muhammad SAW membuka majelisnya dengan mengingatkan para sahabat tentang pentingnya menjaga ukhuwah (persaudaraan). Rasulullah SAW melarang umatnya untuk saling menyakiti satu sama lain. Karena itu, pelbagai perangai pada masa Jahiliyah, semisal menghina, menjatuhkan martabat, rasisme, atau berkata dusta, hendaknya ditinggalkan.

Beliau juga menegaskan makna kehati-hatian (wara'). Sebab, setiap manusia pasti kelak akan dibangkitkan setelah kematiannya di dunia. Kehidupan tidak hanya sekarang, tetapi juga kelak di akhirat sana. Allah SWT akan menjadi Hakim yang memutuskan dengan maha adil setiap perkara yang telah terjadi di dunia.

Baca Juga

"Wahai sahabat-sahabatku, menurut kalian, siapakah orang yang mengalami bangkrut (al-muflis) di antara umatku?" tanya Rasulullah SAW.

"Wahai Rasulullah, orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya lagi sepeserpun dirham dan harta benda," jawab salah seorang dari mereka.

 

"Wahai sahabat-sahabatku. Orang yang mengalami kebangkrutan dari kalangan umatku adalah orang yang datang pada Hari Kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun, pada saat yang sama, dia juga memikul dosa dari mencaci si fulan, menuduh si fulan berzina, dan memukul si fulan (ketika masih hidup di dunia).

Akibatnya, sebagian pahala kebajikannya diberikan kepada si fulan. Sebagian lagi kepada si fulan. Dan ketika kebajikan-kebajikannya telah habis, sebelum dia dapat melunasi kesalahan-kesalahannya, maka kesalahan-kesalahan orang-orang itu diambil untuk kemudian ditimpakan kepada orang tadi. Maka, dia pun dihempaskan ke dalam neraka."

Betapa meruginya orang-orang yang lalai dari menjaga perasaan dan kehormatan orang lain. Mereka lupa bahwa sekecil apa pun perbuatan akan dicatat dan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah SWT.

Karena itu, kehidupan di dunia pada hakikatnya adalah ladang kesempatan yang luas untuk terus memperbaiki diri, baik dalam hubungan vertikal yakni ketundukan kepada Allah, maupun hubungan horizontal seperti memelihara silaturahim dan kerukunan sosial.

Di kesempatan lain, Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits qudsi. "Wahai hamba-Ku (Allah), sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas Zat-Ku. Aku pun menetapkan bahwa kezaliman haram di antara kamu. Maka, janganlah kamu berbuat zalim."

Selain itu, hadits lainnya berbunyi, "Takutlah kalian terhadap kezaliman. Sesungguhnya, kezaliman itu menjadi kegelapan-kegelapan di Hari Kiamat." Semoga kita terjaga dari keadaan merugi di Hari Perhitungan kelak, amin.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement