Jumat 08 Mar 2019 08:56 WIB

Indonesia Wakaf Summit Tekankan Pentingnya Literasi Wakaf

Literasi kesadaran publik tentang wakaf harus diakui masih rendah.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI Muhammad Fuad Nasar menandatangani mockup pada Peluncuran Buku Saku Prosedur Pengajuan Laegalitas Laz pada acara Indonesia Zakat Summit yang digelar Forum Zakat (FOZ), di Hotel Horison, Kota Bandung, Kamis (20/12).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI Muhammad Fuad Nasar menandatangani mockup pada Peluncuran Buku Saku Prosedur Pengajuan Laegalitas Laz pada acara Indonesia Zakat Summit yang digelar Forum Zakat (FOZ), di Hotel Horison, Kota Bandung, Kamis (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perhelatan Indonesia Wakaf Summit 2019 menekankan pentingnya literasi wakaf sebagai upaya memaksimalkan potensi salah satu filantropi Islam tersebut.

Karena itu, Dompet Dhuafa bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Forum Wakaf Produktif menyoroti dan membahas soal langkah-langkah untuk mengoptimalkan kapital halal dan transformasi wakaf produktif di era digital dalam gelaran Indonesia Wakaf Summit (IWS) 2019 di Jakarta, Selasa (5/3), lalu.   

Baca Juga

Direktur Umum Dompet Dhuafa, Imam Rulyawan, mengatakan wakaf adalah salah satu instrumen untuk menghalalkan dan mengoptimalkan aset sebagai kapital sosial demi kesejahteraan dan kebahagiaan sesama. 

"Aset dalam bentuk harta, bergerak dan tidak bergerak, termasuk lahan, gedung, uang dan hasil karya pemikiran untuk kebaikan, adalah titipan Allah. Sebagai barang titipan, aset mempunyai fungsi sosial," kata Imam, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Kamis (7/3). 

Pada kegiatan IWS tersebut, Imam menuturkan setidaknya ada tiga hal yang ditarget. IWS menekankan pada pengembangan, penyebarluasan, dan pengarusutamaan, literasi wakaf produktif kepada para praktisi wakaf, akademisi, profesional dan masyarakat umum. 

Karena saat ini, menurut dia, literasi kesadaran publik tentang wakaf harus diakui masih rendah dibanding soal filantropi Islam lainnya seperti zakat dan infak. Meski dalam beberapa tahun terakhir, trennya begitu menggembirakan.  

Dia mengatakan, pengembangan literasi ini diharapkan menjadi penggerak perubahan pola pikir masyarakat yang masih memaknai wakaf sebagai ibadah yang hanya bisa ditunaikan dalam bilangan besar. 

Padahal, kata Imam, dengan strategi komunikasi yang tepat, kekuatan pendanaan para nazhir dan era digital, donasi-donasi kecil dari wakif/donor wakaf dapat dihimpun menjadi jumlah yang sangat besar.

Selain itu, Imam mengatakan mereka akan membangun jaringan pegiat wakaf produktif. Hal itu agar sebuah sinergi yang baik tercipta di antara stakeholder wakaf, mulai dari nazhir, pemerintah hingga lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank.  

"Sinergi penting sebagai upaya untuk mengatasi kesenjangan antara pertumbuhan wakaf uang dan wakaf aset tidak bergerak," lanjutnya. 

Ada sejumlah langkah strategis yang dilakukan Dompet Dhuafa dalam upaya mengoptimalkan wakaf halal. 

Di antaranya menjalin kemitraan strategis dengan para pengambil kebijakan. Hal itu agar tata kelola wakaf mendapatkan dukungan regulasi formal. Menurutnya, ini penting sebagai upaya memayungi segala terobosan yang berguna bagi optimalisasi aset wakaf yang dikelola. 

Sementara itu, dia menuturkan Dompet Dhuafa ingin mengembangkan platform digital. Dalam hal ini, lembaga filantropi ini akan berkolaborasi dengan pihak lain agar gerakan sejuta wakif dapat terwujud. 

"Dompet Dhuafa juga menargetkan untuk mengurangi kesenjangan antara wakaf asset yang berupa deret ukur dengan wakaf uang berupa deret hitung," tambahnya.  

  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement