REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Novita Intan
JAKARTA - Program studi (prodi) Islam di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), seperti prodi Ilmu Hadis, Perbandingan Agama, dan Filsafat Agama kurang diminati para calon mahasiswa.
"Perlu dilakukan kajian lebih mendalam ini fakta mengapa?’’ tanya Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin saat peluncuran Seleksi Prestasi Akademik Nasional dan Ujian Masuk PTKIN (SPAN-UM PTKIN) 2019 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (23/1).
"Apakah ini karena faktor adanya persepsi tertentu di kalangan generasi muda kita, bahwa prodi seperti itu kurang memberikan harapan ke depan? Bisa saja karena persepsi yang tidak benar itu, atau mungkin cara kita mempromosikan kurang baik sehingga kurang diketahui prodi tersebut,” sambung Menag.
Ia berharap, prodi agama Islam dapat diminati oleh calon mahasiswa, bukan sebaliknya. Setidaknya diperlukan kesadaran secara matang bahwa keilmuan keagamaan terdapat di PTKIN.
“Sebenarnya saya optimistis di era globalisasi, digitalisasi, dan kompleksitas maka agama memiliki urgensi menjadi relevensi tinggi, orang makin memiliki keterkaitan dengan agama. Maka, semestinya prodi keagamaan diminati,” katanya.
Untuk itu, Menag meminta kepada panitia SPAN- UM PTKIN untuk mengkaji penyebab sepinya peminat calon mahasiswa mengambil program studi keagamaan. "Saya pikir itu bagian dari kita harus melakukan refleksi dan introspeksi diri. Saya ingin mengajak untuk melakukan kajian lebih dalam, ini faktornya mengapa?" katanya.
Menag juga mengatakan, perguruan tinggi Islam sudah menyiapkan dosen yang mumpuni untuk melaksanakan tugasnya mengajar di prodi keagamaan. "Program-program bagi para dosen kita tidak hanya membuka beasiswa untuk mengambil S3, tapi juga mengirim mereka ke luar negeri untuk mengikuti seperti program jangka pendek di bidang khusus," ucapnya.
Pada kesempatan itu, Menag juga meminta PTKIN proaktif menjaring calon-calon mahasiswa terbaik. Salah satunya, dengan cara pencarian bakat siswa-siswa terbaik dari madrasah, pesantren, ataupun sekolah umum.
“PTKIN lebih proaktif menjemput bola mendatangi pesantren untuk melihat santri-santri terbaik, dengan memiliki tim khusus memantau para santri sehingga dua atau tiga tahun ke depan akan masuk PTKIN,” ujar dia.
Menag berharap, pencarian bakat itu dapat mendongkrak minat masyarakat terhadap PTKIN, terutama untuk menjaring calon-calon mahasiswa terbaik. Apalagi, menurut Menag, madrasah dan pesantren saat ini memiliki spesialisasi tertentu yang bisa digali dan diarahkan agar santri atau siswanya dapat masuk pada jurusan yang tepat di PTKIN.
“Misalnya, kita punya pesantren yang spesialisasi kajiannya di ilmu hadis, fikih, dan sebagainya. Ini kita perlu jaring. Kalau perlu kita sudah tahu mana siswa atau santri yang dua tiga tahun ke depan akan masuk ke PTKIN,” ucapnya.
Sementara, Ketua Umum SPAN-UM PTKIN, Musafir Pababbari, mengatakan, minat para pelajar untuk melanjutkan pendidikan ke PTKIN meningkat. Pada 2018, siswa yang mendaftar SPAN PTKIN sebanyak 218.440 siswa, padahal panitia menargetkan jumlah pendaftar sebanyak 175 ribu siswa, sementara Kemenag menargetkan 200 ribu siswa.
“Kondisinya memang mengalami tren kenaikan dari 2015 sampai 2018, Alhamdulillah telah menunjukkan kenaikan signifikan,’’ katanya.
Untuk tahun ini, panitia menargetkan siswa yang mendaftar sebanyak 225 ribu orang. Di sisi lain, menurutnya, tren kenaikan peserta UM PTKIN juga terus meningkat sejak 2014.
Untuk itu, pihaknya akan terus berupaya memperkuat sistem seleksi di PTKIN. Setidaknya, ada lima cara yang dilakukan. Pertama, mempersiapkan pembentukan Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTPMT) yang bersifat permanen.
Kedua, mendorong pengembangan bank soal. Ketiga, mendorong penerapan tes masuk PTKIN berbasis komputer secara meluas. Keempat, mendorong pemenuhan perangkat IT yang mendukung pelaksanaan tes berbasis komputer di seluruh PTKIN.
‘’Terakhir mengoptimalkan keikutsertaan madrasah aliyah dan pondok pesantren pada SPAN-UM PTKIN,’’ kata Musafir. (ed: wachidah handasah)
BACA JUGA: Ikhlasnya Keluarga Ustaz Ba'asyir