REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) 2004-2015 Didin Hafidhuddin menilai pengelolaan zakat Indonesia bisa mencontoh Malaysia. Di negara jiran tersebut rata-rata zakat masyarakat langsung diserahkan dan dipotong oleh lembaga zakat yang ada.
"Banyak yang bisa kita contoh dari Malaysia. Mereka ini sudah terkoordinasi dan ada lembaga yang memungut zakat dan ada lembaga lagi untuk distribusi," ujar Didin kepada Republika.co.id, Kamis (20/9).
Koordinasi yang dilakukan Malaysia antarbadan amil zakatnya dinilai sangat efektif. Bahkan pemerintahnya pun mewajibkan potongan langsung dari pajak pendapatan yang diperoleh warganya.
Data orang miskin yang ada di Malaysia pun selalu diperbarui. Jaringan di tiap daerah dan wilayah untuk muzakki dan mustahiknya juga terjalin dengan baik.
"Kita (Indonesia) mungkin perlu begitu. Masalah data saja kita sering tidak sinkron antarlembaga. Kebijakan untuk mewajibkan zakat juga bisa kita pakai, cuma kadang ada beberapa pihak yang curiga duluan. Padahal ini untuk kesejahteraan bersama," kata Didin.
Pria kelahiran 1951 ini menilai perlu ada publikasi yang konkrit untuk mendorong masyarakat mau berzakat melalui lembaga. Selama ini masyarakat banyak yang melakukan zakat secara spontan dan langsung, padahal itu bersifat sementara dan konsumtif.
Kerja sama di tiap daerah yang memiliki lembaga amil zakat (LAZ) harus dilakukan. Lembaga-lembaga ini bisa dimanfaatkan untuk melakukan publikasi.
Pengumuman tentang berapa zakat yang sudah dihimpun dalam rentang waktu tertentu dan pemanfaatannya harus terus dilakukan. Ini bisa membangun kepercayaan dan kesadaran masyarakat untuk melakukan zakat melalui lembaga.
"Perlu memanfaatkan media yang dimiliki umat, misal di masjid. Kerja sama dengan DMI atau pengurus masjidnya. Kalau televisi atau surat kabar kan tidak semua kalangan bisa menyentuh," ujar Didin.