Rabu 12 Sep 2018 12:41 WIB

Tindakan Keras Cina Terhadap Muslim Uighur Mengkhawatirkan

Setiap aspek kehidupan sehari-hari Muslim Uighur dipantau.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ani Nursalikah
Muslimah Uighur yang selalu ditindas pemerintah Cina.
Foto:
Seorang Muslim Uighur berada di depan militer yang patroli di wilayah Xinjiang.

Orang Uighur adalah kelompok etnis minoritas dengan sejarah panjang di provinsi barat laut Cina, Xinjiang. Secara resmi daerah itu dinamai Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang.

Seperti Tibet, Cina tidak selalu memiliki kontrol penuh atas kawasan itu. Dan, Beijing telah lama takut terhadap gerakan politik separatis di sana.

Orang Uighur berbicara bahasa Turki, mempraktikkan Islam, dan merujuk Tanah Air mereka sebagai Turkestan Timur. Populasi Xinjiang sekitar 24 juta orang. Lebih dari separuh penduduknya termasuk kelompok etnis minoritas Muslim, sebagian besar adalah orang Uighur.

Akhirnya, Jewher naik pesawat hari itu, di 2012. Jewher menangis sepanjang penerbangan ke AS. Musim gugur ini, dia memulai kelas sebagai senior di Universitas Indiana. Dia berharap menemukan cara tinggal di Amerika Serikat untuk jangka panjang.

Ayahnya berada di penjara menjalani hukuman seumur hidup atas tuduhan separatisme. Kelompok hak asasi manusia dan pejabat AS telah mengecam perlakuan pemerintah Cina terhadap ayah Jewher.

Keadaan menjadi jauh lebih buruk bagi orang Uighur dan Muslim lainnya di Cina barat sejak pemerintah meluncurkan kampanye keras melawan ekstremisme pada 2014. Itu adalah tahun dimana Tohti secara resmi dijatuhi hukuman. Situasi di Xinjiang menjadi sangat represif dalam setengah tahun terakhir.

Tindakan Keras

Pada awal 2017, orang-orang di luar Xinjiang yang memiliki kerabat, teman, atau rekan yang tinggal di provinsi itu mulai mencurigai sesuatu. Mereka mendapati aktivitas komunikasi tidak lancar, surat elektronik (surel) dan panggilan telepon tidak tersambung.

Rasanya, seperti sejumlah besar orang di Xinjiang baru saja pergi. Alim Seytoff, tumbuh besar di Xinjiang. Dia menjadi direktur layanan bahasa Uighur di Radio Free Asia (RFA), sebuah saluran berita yang didanai pemerintah AS yang berbasis di Washington DC.

Seytoff mengatakan sejumlah besar orang, sebagian besar pria berbadan sehat, di provinsi itu telah ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp. “Mereka ditahan pihak berwenang tanpa memberi tahu anggota keluarga. Mereka ditahan. Mereka tidak bisa pulang,” kata dia.

Seytoff mengatakan lebih dari satu juta orang Uighur dan etnis minoritas lainnya berada di kamp interniran itu. Sekitar dua juta orang, menghadiri indoktrinasi politik harian, semacam sesi pencucian otak.

“Ini adalah kampanye politik besar-besaran yang pada dasarnya mengintimidasi orang-orang Uighur dan mengindoktrinasi mereka,” ujar Seytoff.

Seperti kebanyakan orang Uighur yang tinggal di AS, Seytoff mengatakan kerabat di Xinjiang telah memutuskan semua komunikasi dengannya. Beberapa pejabat Cina menyangkal tudingan penahanan massal itu. Namun, ada juga yang menjelaskan kamp tersebut sebagai fasilitas pusat pendidikan dan pelatihan kerja, bukan kamp interniran.

Namun dalam klip audio yang disiarkan Radio Free Asia, seorang pejabat partai Komunis terdengar menjelaskan tindakan keras di Xinjiang secara eksplisit. “Orang-orang di kamp-kamp pendidikan ulang terinfeksi dengan penyakit ideologis ekstremisme agama dan ideologi teroris yang kejam karena itu mereka harus mencari perawatan,” kata pejabat itu.

Pejabat Cina beranggapan apabila tidak memberantas ekstremisme agama di akarnya, insiden teroris kekerasan akan tumbuh dan menyebar seperti tumor ganas yang tidak dapat disembuhkan. Para tahanan dipaksa melakukan hal-hal seperti mempelajari bahasa Cina, berjanji setia kepada Partai Komunis Cina, menghadiri upacara pengibaran bendera, dan menyanyikan lagu-lagu patriotik.

“Mereka tidak diberitahu alasan mereka ditahan atau berapa lama mereka akan ditahan,” kata seorang ahli Xinjiang dari Universitas Indiana, Gardner Bovington.

Bovington beranggapan apa yang terjadi di kamp adalah tindakan teratur indoktrinasi. Mereka diberitahu bagaimana memahami agama dengan benar, bagaimana memahami Islam dan praktik Islam yang benar.

“Mereka didorong untuk menunjukkan mereka memahami sikap (pemerintah) tentang agama, bahwa mereka adalah patriot dan sebagainya. Dan jika mereka memuaskan pihak berwenang di kamp, artinya pikiran mereka telah berubah, mereka telah menjadi sepenuhnya setia, maka mereka dapat dibebaskan,” kata Bovington.

Bagi etnis Uighur dan Muslim yang tinggal di luar kamp di Xinjiang, ada tekanan kuat untuk mengubah perilaku mereka. Keluarga yang tinggal di luar negeri telah memutus semua komunikasi dengan keluarga di Xinjiang. Sebab, ada komunikasi, berarti menunggu kunjungan dari polisi.

Seperti yang dikatakan oleh seorang pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa baru-baru ini, provinsi itu telah menyerupai “zona tanpa hak.” Laporan dari dalam Xinjiang menggambarkan suasana pengawasan total, dengan jaringan kamera CCTV dan pos pemeriksaan polisi.

Orang Uighur dipaksa memberikan sidik jari, pemindaian iris mata, rekaman suara sampel, dan sampel DNA kepada pihak berwenang. Warga Uighur juga diharuskan memasang aplikasi di ponsel pintar agar lebih mudah bagi pemerintah mengawasi setiap gerakan digital.

Baca juga: HRW: Cina Batasi Ibadah Muslim Uighur di Xinjiang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement