REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Saat berusia 18 tahun Jewher Ilham adalah mahasiswi baru. Ketika itu bertepatan pula ketika ayahnya mendapat posisi sebagai ilmuwan tamu di Universitas Indiana.
Jewher berencana menemani ayahnya dalam perjalanan ke Amerika. Itu akan menjadi kunjungan pertamanya ke Amerika Serikat (AS). Tinggal selama sepekan, kemudian terbang kembali ke universitas di Cina. Setidaknya, itulah rencana Jawher dan ayahnya.
“Kami sampai di bandara dengan lancar, mereka memeriksa tas kami, dan mendapatkan boarding pass. Semuanya tampak lancar,” kata Jewher dilansir di Pri.org, Selasa (11/9).
Jewher ingat, saat itu ayahnya mengatakan semuanya tampak mudah. Ayahnya sangat bahagia hingga mengatakan mungkin tak akan ada masalah.
Selama tumbuh dewasa, Jewher ingat, sesekali polisi datang ke rumahnya dan berbicara dengan ayahnya. Ayahnya tak pernah mempermasalahkan hal itu. Malah, ayah mengatakan orang-orang itu adalah temannya.
Saat itu, Jawher tidak menyadari siapa ayahnya. Namanya, Ilham Tohti. Dia adalah seorang ekonom, penulis, dan advokat internasional untuk hak-hak orang Uighur di Cina.
Pernah sekali waktu, ia mempertanyakan mengapa ayahnya selalu menghabiskan waktu di depan komputer. Sepanjang malam, ayahnya hanya mengetik, mengetik, mengetik, dan mengetik. Tak pernah berhenti.
“Saya bisa mendengar suara keyboard sepanjang malam. Saya dulu hanya mengeluh suara itu mengganggu tidur saya,” ujar Jewher.
Masalah di bandara dimulai ketika keduanya harus menyerahkan paspor. Tak lama, orang-orang berjas hitam muncul dan membawa Jewher dan Tohti ke sebuah ruangan kecil. Berbagai pertanyaan terlontar dari mulut orang-orang itu. Interogasi berlangsung selama beberapa jam.
Ketika tiba saatnya untuk naik pesawat, para petugas keamanan mengizinkan Jewher pergi. Namun, tidak demikian dengan Tohti.
Jewher mengatakan pada ayahnya, dirinya tak mau pergi. Namun, Tohti bersikeras Jewher harus pergi ke Amerika.
“Dia mendorong punggungku dan berkata, 'Pergilah. Jangan melihat kebelakang. Jangan menangis. Pergi saja. Terus maju. Jangan pernah melihat ke belakang. Belajar dengan giat',” kata Jewher.
Jewher mengatakan ayahnya seperti ingin berkata, “Ingat, kamu Uighur. Kamu adalah gadis yang kuat. Jangan biarkan siapa pun melihatmu menangis.”
Baca juga: HRW: Rumah Muslim Uighur Dipasangi Kode QR