REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 888 generasi muda mengusulkan lima kegiatan untuk memakmurkan masjid-masjid di Indonesia. Masing-masing usulannya, kegiatan ibadah selain shalat, usaha dan bisnis, pendidikan/pelatihan, kebugaran/olahraga, serta pengobatan dan penyuluhan kesehatan.
“Ada lima usulan kegiatan yang perlu diadakan oleh pengelola masjid,” kata peneliti Merial Institute Daniel Iskandar di Kantor Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jalan Jenggala I, Jakarta Selatan, Jumat (27/7).
Departemen Kaderisasi Pemuda PP Dewan Masjid Indonesia (DMI) bekerja sama dengan Merial Institute melakukan survei terhadap 888 generasi muda Muslim berusia 16 hingga 30 tahun. Survei dilakukan di 12 kota besar, yakni Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Makassar, Medan, dan Palembang.
Ia menjabarkan, sebanyak 96,5 persen responden mengusulkan kegiatan ibadah selain shalat, seperti pengajian, zikir, dan tabligh akbar. Sebanyak 73,9 persen kegiaan usaha dan bisnis, seperti koperasi, warung, dan waralaba. Kemudian, sebanyak 95,3 persen mengusulkan kegiatan pendidikan/pelatihan, seperti kursus dakwah dan pelatihan imam.
Selain itu, sebanyak 67,3 persen mengusulkan adanya kegiatan kebugaran/olahraga, seperti, kesehatan, beladir, dan futsal. Terakhir, sebanyak 68,9 persen mengusulkan adanya kegiatan pengobatan dan penyuluhan kesehatan.
Daniel mengingatkan Indonesia akan mengalami bonus demografi beberapa tahun mendatang. Berdasarkan data, proyeksi penduduk usia muda mencapai 64 juta jiwa pada 2017. Pun gairah dan keterlibatan generasi muda untuk beribadah di masjid tengah meningkat.
“Karena itu, presepsi dan aspirasi mereka perlu diketahui dan dipetakan, sebagai acuan memperbaiki pengelolaan masjid,” ujar Daniel.
Sementara itu, generasi muda menilai peran pengeras suara selain untuk adzan penting bisa didengar dari luar masjid.
“Banyak yang menilai penting suara speaker (pengeras suara) dapat terdengar di luar masjid,” kata Danial.
Berdasarkan hasil survei, Danial menjelaskan, sebanyak 83 persen menilai penting pengeras suara terdengat di luar masjid, sebanyak 12,9 persen menilai biasa saja, dan 4,4 persen menilai tidak penting. Hasil itu berbanding terbalik dengan ajakan dan anjuran dari masyarakat untuk mengurangi frekuensi penggunaan pengeras suara, baik dari selebaran atau medai sosial.
Masyarakat menyarankan, pengelola masjid menggunakan pengeras suara luar untuk adzan. Sementara untuk kegiatan ceramah, tadarus Alquran, cukup menggunakan pengeras suara dalam.
Danial mengaku Merial Institute juga terkejut mendapati hasil survei itu. Menurut dia ada beda pemahaman antara pertanyaan dan respon dari peserta.
Danial menjelaskan Merial Institute bertanya dengan narasi tersebut untuk mendapat tanggapan ihwal polemik masjid tidak terlalu sering menyalakan pengeras suara luar. Namun, ternyata hasil yang didapat menyatakan sebanyak 83 persen menilai peran pengeras suara penting selain untuk adzan di masjid.
“Kita juga kaget lihat hasil itu. Namun, begitu hasilnya,” ujar Danial.