Rabu 28 Aug 2024 05:27 WIB

3 Materi Uji Kompetensi Imam Masjid, Begini Penjelasannya

Imam masjid harus memenuhi standar kompetensi.

Ilustrasi imam memimpin sholat berjamaah.
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi imam memimpin sholat berjamaah.

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Kementerian Agama (Kemenag) Kota Manado, Sulawesi Utara terus meningkatkan kualitas imam masjid di kota itu dengan melakukan uji kompetensi.

"Kali ini Imam Masjid Sabilal Muhtadin Politeknik Buha, Kecamatan Mapanget, mengikuti uji kompetensi," kata Kepala Kemenag Manado Rogaya Udin, di Manado, Selasa.

Baca Juga

Kemenag Manado, katanya, berkomitmen dalam meningkatkan kualitas imam masjid di wilayah Kota Manado pada umumnya.

Uji kompetensi ini, katanya, melibatkan para calon imam masjid yang dinilai langsung oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Manado dan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Mapanget Suryanto Muarif.

Penilaian ini mencakup berbagai aspek, mulai dari kemampuan bacaan Al-Quran, pemahaman fiqih, hingga kemampuan dalam memimpin shalat berjamaah.

"Tujuannya adalah memastikan para imam memiliki kompetensi yang memadai untuk membimbing umat di masjid," katanya.

Dia menekankan pentingnya uji kompetensi ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan ibadah di masjid-masjid, khususnya di wilayah Manado.

"Imam masjid harus memiliki kemampuan yang mumpuni, baik dalam hal ilmu agama maupun dalam memimpin jamaah. Ini adalah tanggung jawab besar yang harus diemban dengan baik," ujarnya.

Kegiatan ini juga, katanya, merupakan bagian dari program berkelanjutan Kemenag Manado dalam memperkuat peran imam masjid sebagai pemimpin spiritual masyarakat.

Diharapkan, melalui uji kompetensi ini, para imam yang terpilih akan mampu memberikan kontribusi positif dalam menjaga dan memperkuat ukhuwah Islamiyah di Kota Manado.

Dakwah Ormas

Wakil Ketua Umum PBNU Zulfa Mustofa mengibaratkan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah seperti adik dan kakak yang memiliki semangat yang sama dalam mengedepankan nilai-nilai toleransi dalam berkehidupan.

"NU tidak pernah puasa duluan. Muhammadiyah puasa duluan karena di mana-mana kakak itu duluan. Adik itu ngalah. Tarawih juga begitu, kakak pulangnya duluan karena rakaatnya lebih sedikit," ujar Zulfa dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (4/7/2024).

Pernyataan Kiai Zulfa tersebut disampaikan saat memberikan pidato kunci dalam kegiatan Silaturahim Nasional Pokja Majelis Taklim bertema "Majelis Taklim sebagai Basis untuk Membangun Peradaban Umat Manusia" di Jakarta.

Muhammadiyah lahir lebih dahulu yakni pada 1912, sementara NU lahir belakangan (1926). Namun demikian, jumlah jamaah NU lebih banyak sehingga Kiai Zulfa menyebut NU dengan adik bongsor.

Ia berpendapat NU dan Muhammadiyah berbeda di aspek cabang (furu’), bukan pokok (ushul). Jika demikian, yang perlu dimunculkan adalah semangat toleransi (tasamuh).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement