REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti
Ketika itu, Rhew duduk di sebuah tempat parkir Food City. Dia duduk di sana cukup lama, se kitar 45 menit. Sangat jelas peristiwa yang terjadi ketika itu dalam ingatannya. Peristiwa yang tak disangka akan memengaruhi kehidupannya hingga saat ini.
Perenungan yang lantas membuat dia hijrah dari dunianya yang lama. Rhew memeluk Islam pada 2012 ketika berada pada tahun terakhir SMA.
Alasan Rhew memeluk Islam karena agamanya yang lama membuat dia ragu.Di saat remaja seusianya, memang banyak hal yang mulai dipikirkan, termasuk masalah hidup dan keyakinan.
Dalam perenungannya tersebut, agama lama yang pernah dia yakini ternyata akhir nya meninggalkan banyak keraguan.Rupa-rupa pertanyaan bermunculan. Dia pun berusaha mencari jawaban atas pertanyaan tersebut.
"Saya sering merenungkan segala sesuatu yang baru saja saya lakukan dan peristiwa yang terjadi telah memengaruhi hidup saya," ujar pemiliki nama lengkap William Rhew itu.
Rhew pertama kali mengenal Islam melalui temannya. Teman SMA nya merupakan seorang gadis Muslim bernama Sophia atau yang dikenal dengan nama Tannem Aziz. Dia juga seorang pendiri masjid lokal di Johnson City.
Taneem bertanggung jawab untuk sebagian besar pembelajaran saya tentang Islam banyak yang saya pelajari darinya. "Dia memberi saya referensi untuk belajar, seperti situs webdan buku juga salinan Alquran,"kata Rhew.
Rhew tertarik dengan agama yang dikisahkan Taneem. Dia menceritakan, Tuhan da lam Islam adalah sosok yang benar-benar indah.
Dalam Islam, dia menemukan bahwa agama ini membuat pemeluknya memiliki hati dan pikiran yang suci dan baik. Setiap orang juga diperbolehkan melihat kitab suci Alquran yang terjaga keasliannya.
Keputusannya untuk pindah agama yang pada awalnya dia rahasiakan dari keluarga dan teman-teman dekatnya, terjadi sekitar dua bulan setelah dia mulai mempelajari agama.
Banyak teman saya yang bertobat telah menghabiskan tiga atau empat tahun mempelajari Is lam sebelum mereka bahkan ber pikir untuk pindah agama, kata lulusan Universitas East Tennessee State di Johnson City itu.
"Meskipun sedikit tergesa-gesa, saya melakukan banyak upaya dalam meneliti agama sebelum saya terjun ke dalamnya," kata Rhew yang dibesarkan di Johnson City, Tennessee, itu.
Ketika menjadi pribadi yang baru, terutama ketika memiliki keya kinan baru, hal yang paling menakutkan adalah menyadari bahwa selama ini yang diyakininya memiliki kesalahan di beberapa bagian.
Rhew juga dengan penuh kesadaran kembali mempelajari agama Islam sebagai sesuatu yang baru. Dia pun harus mendalami Islam, terutama dalam hal ibadah.
Memaklumi
Rhew menghadapi pula apa yang dihadapi para mualaf pada masa awal memeluk Islam. "Salah satu hal tersulit menjadi mualaf adalah menghadapi reaksi orang lain," katanya. Saya tidak benar-benar berterus terang tentang mualaf, sehing ga untuk berbicara sebagai Mus lim dengan teman-teman saya dan bahkan beberapa keluarga, saya belum bisa," ujar dia.
Kedua orang tuanya mengetahui bahwa dia telah memeluk Islam setelah melihat perubahan sikapnya. Mereka tahu ada sesuatu yang ber beda ketika saya mulai tidak ma kan daging babi, meskipun saya tidak pernah minum alkohol, saya tidak pernah minum. Tapi, mereka melihat pola hidup saya sedikit berbeda," ujar dia.
Dia bangun pada waktu pagi ha ri, melakukan sesuatu yang tidak mereka yakini, shalat Subuh. Dan, mereka melihat siapa teman barunya.
Agama sekarang menjadi subjek tabu di rumah. Mereka tidak membicarakannya karena akan menimbulkan konflik. Dia tidak menginginkan adanya perpecahan di antara keluarganya.
"Saya ingin Rhew selalu membuat pilihan untuk dirinya sendiri dan tahu itu adalah pilihan yang tepat," kata ibu Rhew, Rebecca Rhew.
Dia dan ayahnya, Nathan Rhew, telah tinggal di daerah itu selama 20 tahun. Dia men dukung Rhew dan apa yang dia percayai dalam hatinya karena dia adalah putranya.
Bagi Rebecca, Rhew memercayai secara berbeda dari apa yang diyakininya. Tetapi, dia tidak akan memperdebatkan atau merendahkannya.
Sulit mengetahui tentang budaya yang berbeda. Anda harus belajar dan mempertimbangkan apa yang dipikirkan orang lain. Saya tidak menjatuhkan agama orang lain, bahkan jika saya tidak menerimanya sendiri. Bukan tempat saya untuk menghakimi mereka, kata Rebecca.
Rebecca berpikir, apa yang putranya tunjukkan adalah tidak ada paksaan untuk memeluk agama. Seseorang memiliki hak memercayai apa yang diyakininya tanpa paksaan.
Kendati telah memeluk Islam, Rhew tetap bersikap wajar apa adanya. Sosoknya tidak seperti yang orang Amerika kebanyakan bayangkan tentang Muslim. "Saya tidak terlihat seperti apa yang ditakutkan banyak orang. Saya tidak punya jenggot dan bukan keturunan Arab,jelas pria yang kini usianya menginjak 23 tahun ini.
Merespons Stigma Negatif
Rhew mengatakan, saat ini media masih belum bisa memberikan pem- beritaan positif terkait Muslim. Masih saja banyak orang beranggapan semua Muslim adalah ekstremis.
"Saya berharap, suara-suara Muslim pada umumnya akan terdengar di atas suara para ekstremis. Karena, sayangnya, suara yang lebih ekstrem berteriak lebih keras,"kata sosok yang menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pelajar Muslim Kampus ETSU ini.
Dia menyarankan agar orang-orang meluangkan waktu untuk berbicara dengan yang benar-benar Muslim daripada memiliki persepsi negatif, itu asumsi yang berbahaya.
Asumsi adalah apa yang kita miliki di negara kita sekarang. Jangan berprasangka terhadap kami dari apa yang Anda lihat atau dengar, kata Rhew yang rutin menghadiri masjid setempat satu pekan sekali ini.
Bagi dia, keanekaragaman adalah kein- dahan alam. Dia percaya, dan ketika bertemu orang-orang dari agama yang berbeda, dia ingin tahu lebih banyak tentang mereka dan agama mereka. Rhew memang pribadi yang amat terbuka. Dia tidak segan berbagi kisah tentang dia yang menjadi Muslim dan mempelajari agama lainnya.
Dia tidak berusaha memengaruhi orang lain untuk memeluk Islam. Tapi, dia berharap, pandangan orang lain terhadap Islam dapat berubah menjadi positif. "Saya selalu tertarik pada agama dan budaya dan saya pikir sebagian karena saya menjadi Muslim, saya mau mempela- jarinya," jelas dia.