Selasa 24 Apr 2018 09:33 WIB

Presidium Aktivis 98 Tolak Masjid Dijadikan Alat Politik

Masjid merupakan tempat ibadah dan sarana menyatukan umat Islam.

Rep: Muhyiddin/ Red: Andi Nur Aminah
Masjid (ilustrasi)
Foto: EPA/Mohammed Saber
Masjid (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia 98 (JARI 98) menolak jika masjid dijadikan sebagai alat politik demi meraih kekuasaan pada saat pilkada maupun pemilu mendatang. Hal ini disampaikan Ketua Presidium JARI 98 Willy Prakarsa.

Menurut dia, masjid merupakan tempat ibadah dan sarana menyatukan umat Islam. Karena itu, masjid tidak boleh dijadikan sebagai gelanggang politik praktis. Sebab, hal itu bisa menimbulkan gesekan dan keresahan antarsesama. "Kalau sudah seperti itu bisa berbahaya karena orang itu telah melakukan penghasutan di masjid demi pilkada ataupun pemilu. Kita sangat sayangkan kalau ada yang seperti itu," ujar Willy di Jakarta, Senin (23/4).

Willy menduga saat ini memang ada politisi yang sengaja mengemas politik ke dalam ranah agama menjadi penghasutan. Politisi seperti itu, dia mengatakan, tak layak dipilih karena tidak menggambarkan semangat nasionalisme dan tak membawa kepentingan orang banyak.

Karena itu, Willy mengajak semua pihak agar bersama-sama menjaga masjid sehingga tidak terkontaminasi oleh ambisi politisi yang haus kekuasaan. "Kita sesama umat Muslim harus kompak, jaga kesucian masjid dari arena gibah yang masuk kategori penghasutan," ucapnya.

 

Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin juga turut berkomentar terkait dorongan untuk melarang pemanfaatan rumah ibadah seperti masjid sebagai sarana kampanye, baik itu untuk pemilu kepala daerah, pemilu legislatif, maupun pemilu presiden. Menurut Lukman, kegiatan kampanye politik di masjid harus dicegah dan dilarang.

"Berkampanye untuk pilih paslon ini, partai itu, atau caleg ini-itu di rumah ibadah harus dicegah," kata Lukman melalui akun Twitter pribadinya, Senin (23/4).

Namun, politikus senior Partai Persatuan Pembangunan itu menyebut, rumah ibadah diperbolehkan untuk membicarakan politik yang substantif. Misalnya, dalam mendorong penegakan keadilan dan kejujuran, memenuhi hak dasar manusia, mencegah kemungkaran, dan lain-lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement