Senin 09 Apr 2018 11:24 WIB

Raja-Raja Muslim di Nusantara Gigih Hadapi Penjajah

Penjajah dinilai merugikan dan memeras rakyat.

Rep: Hasanuk Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Kesultanan Banten
Foto: http://humaspdg.files.wordpress.com
Kesultanan Banten

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pendirian Kesultanan Banten bermula dari sosok Syarif Hidayatullah. Mubaligh ini juga dikenal sebagai Sunan Gu nung Jati. Menurut Mahrus el-Mawa dalam artikelnya pada jurnal Jumantara (2012), salah seorang wali sanga itu menjalani tugas berdakwah di Cirebon (Jawa Barat), Banten, dan Sunda Kelapa (Jakarta).


Teks Carita Purwaka Caruban Nagari me nyebutkan, Sunan Gunung Jati memiliki 98 orang murid. Dengan pendekatan yang simpatik, mereka berhasil mengajak tokoh- tokoh penting di Banten untuk mengu capkan dua kalimat syahadat. Termasuk di antaranya adalah bupati setempat.

Masalah mulai muncul pada 1522. Seper ti dipaparkan Prof Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) dalam bukunya, Sejarah Umat Islam , Kerajaan Pajajaran menguasai sebagian besar wilayah Banten, termasuk bandar-bandar penting semisal Sunda Kelapa, Pontang, Cikandi, Tangerang, dan Cimanuk.

Eksistensi negara Hindu tersebut bukanlah ancaman sampai ketika rajanya bersekutu dengan Portugis melalui Per janjian Padrong. Salah satu butir kesepakatan itu mengizinkan Portugis untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa.

Kontan saja langkah Pajajaran itu menuai kecaman. Pendirian Benteng Portu gis itu sesungguhnya dapat menjadi celah penguasaan bangsa Eropa atas seluruh Jawa.Oleh karena itu, raja-raja Muslim bertekad mengusir penjajah dengan kekuatan militer.

Sebelumnya, pada 1511 armada Alfonso de Albuquerque telah menaklukkan Bandar Ma laka dan Pasai.
Dengan penaklukan itu, jalan Portugis untuk memonopoli perda gangan rempah-rempah di Nusantara kian mulus.

Malaka yang berada dalam kendali Portugis cenderung menyingkirkan para pedagang Arab, Persia, Cina, dan lain-lain yang ber layar di Nusantara. Mereka pun berduyun-duyun beralih ke Banten, khususnya Sunda Kelapa, untuk melanjutkan transaksi rempah-rempah yang berlangsung dari dan menuju Maluku.

Bagaimanapun, hegemoni Portugis tetap menjadi ancaman di Pulau Jawa. Imbas Perjanjian Padrong tidak bisa dianggap main-main.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement