Kamis 05 Apr 2018 11:30 WIB

Islam Memandang Pidana Mati Produsen Narkotika

MUI menetapkan fatwa haram peredaran dan penyalahgunaan narkotika.

Indonesia Darurat Narkoba (ilustrasi)
Indonesia Darurat Narkoba (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika di Tanah Air amat  mengkhawatirkan. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), sepanjang 2009, jumlah kasus penyalahgunaan narkotika yang berhasil diungkap mencapai 28.382 kasus.  Terdiri dari Narkotika sejumlah 9.661 kasus, psikotropika 8.698 kasus, dan bahan berbahaya 10.023 kasus.

Tingginya peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia, dibuktikan dengan masih banyaknya warga negara Indonesia maupun asing yang ditangkap. Pada 2009, tercatat sebanyak 35.299 orang harus mendekam di balik jeruji besi karena tersangkut dalam kasus peredaran dan penyalahgunaan narkotika.  

Peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika perlahan namun pasti akan menghancurkan nasib generasi muda. Karena itu,  dalam  pasal 118 ayat 2 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, para pelaku yang terbukti  memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram diancam hukuman mati.

Pidana mati bagi pengedar dan produsen narkoba memang mengundang kontroversi. Ada kalangan yang mendukung dan ada pula yang menolak hukuman mati bagi produsen dan pengedar narkotika kelas kakap.  Sedikitnya, 39 pengedar narkotika kelas kakap yang telah divonis hukuman mati. Namun, hingga kini pelaksanaan eksekusinya masih belum semuanya dilakukan.

Lalu bagaimana hukum Islam memandang vonis mati bagi produsen dan bandar barang haram itu?  Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 10 Februari 1976 telah menetapkan  fatwa haram terhadap peredaran dan penyalahgunaan narkotika.  Para ulama berpendapat bahwa  mengedarkan dan menyalahgunakan narkotika dan semacamnya akan membawa kemudharatan.

Selain itu, peredaran gelap penyalahgunaan narkotika juga bisa mengakibatkan rusaknya mental dan fisik seseorang, serta dapat mengancam keamanan masyarakat dan ketahanan nasional. Fakta menunjukkan, sekitar 15 ribu orang  setiap tahun  tewas sia-sia,  akibat mengonsumsi narkotika. 

Tak hanya membuat belasan ribu jiwa melayang,   peredaran dan penyalahgunaan narkotika pun telah membuat bangsa ini mengalami kerugian sebesar Rp 32,4 triliun pada 2008. Tak heran bila dalam fatwanya,  MUI menuntut agar para penjual, pengedar dan penyelundup narkoba dihukum seberat-beratnya hingga hukuman mati. 

Para ulama pun meminta agar aparat keamanan dan pihak-pihak berwenangan yang turut memudahkan dan membiarkan peredaran narkoba dihukum seberat-beratnya. Para ulama secara jelas dan tegas mendukung penerapan pidana mati bagi sindikat dan produsen narkotika, termasuk oknum aparat hukum yang bermain.

Sejak tiga dasawarsa silam, para ulama juga telah mengusulkan diterbitkannya peraturan-peraturan yang lebih keras dan sanksi yang lebih berat terhadap sindikat peredaran narkotika.  Yang lebih penting lagi, para ulama juga mendorong dilakukannya usaha-usaha preventif dengan dibuatnya undang-undang mengenai penggunaan dan penyalahgunaan narkotika.

Pada  2 September 1996, Komisi Fatwa MUI juga telah menetapkan fatwa bahwa menyalahgunakan ekstasi dan zat-zat sejenis lainnya adalah haram.  ''Yang dimaksud dengan menyalahgunakan adalah mengkonsumsi atau menggunakan, mengedarkan atau memperdagangkan, serta memproduksi dan membantu terjadinya penyalahgunaan untuk keperluan yang tidak semestinya.

Dalam fatwa itu, para ulama mendesak kepada pemerintah agar segera mewujudkan undang-undang tentang penggunaan dan penyalahgunaan ekstasi dan zat-zat sejenis lainnya, serta pemberatan hukuman terhadap pelanggarnya. Sebab, ekstasi  dan zat-zat sejenisnya dapat merusak kehidupan umat manusia.

Penerapan pidana mati terhadap  produsen dan pemasok narkotika dan psikotropika juga mendapat dukungan dari para ulama Nahdlatul Ulama (NU).  Dalam Muktamar NU ke-31 di Solo, Jawa Tengah  pada akhir 2004, para ulama NU telah membahas masalah hukuman mati bagi produsen dan pemasok narkotika. 

Dalam fatwanya, ulama NU bersepakat untuk membolehkan penerapan pidana mati bagi produsen dan pemasok narkotika dan psikotropika. Alasannya, mereka dipandang telah menimbulkan kerusakan yang besar terhadap masyarakat.  Para ulama NU mendukung hukuman mati bagi produsen dan sindikat pengedar narkotika dan psikotropika dengan berlandaskan pada  Alquran surah al-Maidah ayat 33.

Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.''

Ulama NU juga berpegang pada aqwal (perkataan) ulama-ulama  dalam al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu/ bahwa pelaku kriminal dan negatifnya tidak bisa dicegah kecuali dengan jalan hukuman mati, maka hukuman mati harus dijatuhkan kepadanya.  

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement