Kamis 29 Mar 2018 14:30 WIB

Bahasa Arab di Negeri Paman Sam

Banyak universitas dan sekolah teologi di AS mulai mengajarkan bahasa Arab.

Buku-buku berbahasa Arab. Ilustrasi
Foto: Flickr
Buku-buku berbahasa Arab. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada September 2016, sebuah pameran dan serangkaian kuliah umum selama enam bulan mengenai warisan bu daya Arab benar-benar membuka mata orang Amerika mengenai sejarah dunia Arab. Tak terkecuali sejarah masuknya budaya Arab ke Bumi Amerika.

Sejumlah sumber mencatat, bahasa Arab telah diajarkan sebagai mata kuliah wajib di Universitas Harvard saat Charles Chauncy memimpin universitas terkemuka itu pada 1654-1672. Sementara, Universitas Yale mengenalkan bahasa Arab pada 1700, Universitas Columbia pada 1784, dan Universitas Pennsylvania pada 1788.

Guru besar sejarah Assiria dan Sastra Babilonia Universitas Yale, Benjamin R Foster, mengatakan, perguruan tinggi pertama yang didirikan di AS bertujuan menghasilkan biarawan berpendidikan yang sanggup membaca Injil dan berminat pada teks terjemahan bahasa Aram. Sayangnya, pada era awal koloni Amerika, hanya sedikit orang yang tertarik belajar hal itu.

Seorang biarawan terpelajar yang mempelajari bahasa Ibrani, Aram, dan Arab, Ezra Stile, melawan keengganan itu. Hal itu terjadi setelah Stile memimpin Universitas Yale di tengah Revolusi Amerika pada 1778. Pada 1790, Stile mewajibkan mahasiswa baru untuk belajar bahasa Ibrani. Hal itu memicu ketidaksukaan yang amat sangat dari sejumlah mahasiswa.

 

Sementara, bahasa Arab kemudian dikenalkan di Dartmouth College and Andover Theological Seminary pada 1807, Princeton Theological Seminary pada 1822, dan New York University pada 1833. Piney Kesting dalam artikelnya di aramcoworld yang berjudul "The Legacy of Arabic in America" menulis, Edward E Salisbury menjadi guru besar bahasa Arab pertama di Universitas Yale pada 1842. Sayangnya, hingga akhir hayat Salisbury, mahasiswa Yale kurang antusias dengan kelas yang Salisbury tawarkan. Sebelum mengundurkan diri pada 1856, Salisbury hanya punya dua mahasiswa pascasarjana.

Sekitar 27 tahun kemudian di Johns Hopkins University, Baltimore, seorang ahli sejarah Assria asal Jerman dari University of Göettingen, Paul Haupt, menunjukkan hasil lebih baik dari pendahulu-pendahulunya. Pada 1883, Haupt menggelar program filologi komparatif rumpun bahasa Semit.

Program ini menjadi model bagi universitas-universitas di Amerika lainnya di saat ketertarikan terhadap bahasa Arab mulai bergeser dari teologi ke bahasa itu sendiri sehingga menjadi alat untuk mempelajari sejarah pramoderen, budaya, agama, dan masyarakat.

Pada pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20, lebih banyak universitas dan sekolah teologi di AS mulai menawarkan bahasa Arab. Pada tahun 1900, guru besar Universitas Yale Charles Cutler Torrey meneruskan apa yang pernah dilakukan Salisbury, yakni menghidupkan kembali minat mahasiswa terhadap studi bahasa Arab.

Pada saat yang sama, tumbuhnya arkeologi memicu minat mahasiswa untuk lebih dari sekadar menulis dalam aksara Arab, tetapi juga berbicara dan menggunakan dialeknya. Sejak 1937, 10 universitas di AS sudah menawarkan kuliah Bahasa Arab meski hanya untuk level pascasarjana.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement