Selasa 06 Feb 2018 21:05 WIB

BPOM Disarankan Secara Berkala Lakukan Pengawasan

Sudah benar langkah yang diambil, menarik semua produk Viostin DS yang tercemar

Rep: Fuji E Permana/ Red: Esthi Maharani
PLH Deputi II Suratmono, Kepala Badan POM RI Penny  K  Lukito (kiri ke kanan) memberikan  keterangan kepada media terkait produk yang mengandung DNA babi di kantor BPOM, Jakarta, Senin (5/2).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
PLH Deputi II Suratmono, Kepala Badan POM RI Penny K Lukito (kiri ke kanan) memberikan keterangan kepada media terkait produk yang mengandung DNA babi di kantor BPOM, Jakarta, Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menginformasikan Viostin DS dan Enzyplex Tablet terbukti mengandung DNA babi, ditemukan saat pengawasan setelah pemasaran (post-market). Menanggapi kejadian tersebut Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyarankan BPOM untuk secara berkala melakukan pengawasan dan pemeriksaan.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tablig, Prof Yunahar Ilyas mengatakan, berdasarkan penjelasan dari PT Pharos sebagai produsen Viostin DS di media, Viostin DS sifatnya tercemar DNA babi. Jadi bukan sejak awal Viostin DS mengandung DNA babi. Kalau pun tercemar, unsur yang haram mencemari bagian yang halal maka menjadi haram.

"Oleh sebab itu sudah benar langkah yang diambil, menarik semua produk Viostin DS yang tercemar, kita mengapresiasi BPOM yang sudah melaksanakan pengawasan," kata Prof Yunahar kepada Republika di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (6/1).

Ia menerangkan, menurut Islam berobat harus dengan yang halal, kecuali dalam keadaan darurat. Misalkan ada penyakit yang tidak ada obatnya, kecuali menggunakan obat yang mengandung sesuatu yang haram maka dibolehkan. Tapi, kalau tidak darurat apalagi hanya suplemen tentu masih banyak pilihan yang lain.

Prof Yunahar memandang regulasi di Indonesia sudah bagus, hanya saja aspek pengawasan masih lemah. Indonesia begitu luas wilayahnya dan begitu banyak produknya, maka masyarakat harus ikut membantu. Kalau masyarakat mengetahui sesuatu dianjurkan untuk segera melaporkannya.

"Terutama, mungkin kampus-kampus yang ada laboratoriumnya, bisa secara suka rela bagian dari penelitian di kampus untuk secara acak mengambil contoh-contoh obat dan makanan lalu diteliti," ujarnya.

Prof Yunahar yang juga Wakil Ketua Umum MUI mengatakan, selama ini LPPOM MUI sudah memberikan sertifikasi halal ke banyak produk. Tapi LPPOM MUI tidak bisa mengawasi karena tidak ada instrumen dan sumber daya manusianya. Maka BPOM harus secara berkala aktif mengawasi.

"BPOM jangan menunggu ada laporan, ada tidak ada laporan diawasi, diambil sampel-sampelnya," ujarnya.

Sebelumnya, PT Pharos sebagai produsen Viostin DS produk farmasi berkelit produk farmasinya mengandung babi. PT Pharos mengklaim temuan produk Viostin DS yang mengandung babi tersebut hanya tercemar, yang seharusnya dari bahan baku Chondroitin Sulfate dari sapi tapi terkontaminasi babi.

Director or Corporate Communication PT Pharos Indonesia, Ida Nurtika mengatakan produsen penyuplai bahan baku Chondroitin Sulfate dari Spanyol yang diduga tercemar babi. Padahal produk Chondroitin Sulfate dari Spanyol itu sudah mengantongi sertifikasi halaldari Halal Certification Service (HCS) yang juga diakui MUI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement