REPUBLIKA.CO.ID, Masjid memiliki tempat dan peranan tersendiri dalam keseharian umat Islam. Masjid bukan sekadar tempat sujud sebagaimana makna harfiahnya. Lebih dari itu, banyak keragaman fungsi. Zaman Rasulullah SAW, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah mahdah. Masjid berfungsi juga sebagai pusat pemerintahan, sentra pendidikan, hingga penentuan strategi peperangan.
Bahkan, lahan sekitar masjid pernah dijadikan sebagai pasar dan sentra perdagangan. Rasulullah menjadikan masjid sebagai sentra utama seluruh aktivitas umat. Di Masjid, Rasulullah SAW mengajarkan dan berdiskusi tentang berbagai hal dengan para sahabat. Tempat pembentukan karakter, sarana pembinaan dan pembangunan beragam aspek, termasuk di dalamnya ibadah muamalah yang berdimensi sosial.
Dalam perjalanannya, bentuk dan desain masjid kemudian berkembang mengikuti zaman. Sebagai pusat aktivitas umat, maka aspek kesucian sebagai tempat sakral harus tetap diperhatikan. Wali Kota Bandung yang juga Bakal Calon Gubernur Jabar H M Ridwan Kamil memiliki perspektif luas dalam menyikapi kefungsian dan arsitek masjid.
Bersama arsitektur yang didirikannya, Urbane, Kang Emil (panggilan akrab Ridwan Kamil) sengaja mendesain masjid sebagai sebuah ruang yang suci dan sakral. Dalam mendesain masjid, menurut Emil, dibutuhkan kedalaman rasa. Kedalaman rasa itu tidak sekadar bergantung pada temuan panca indra, namun dilengkapi aspek kerohaniannya juga.
Semua prinsipal yang diterapkan Urbane, yakni nilai-nilai Islam, sehingga mendesain masjidpun dijadikan sebagai tanggung jawab moral, dan salah satu bentuk pengejawantahan diri dalam menjalankan keyakinan. Disamping itu, secara pribadi juga, Ridwan Kamil menyandang amanah dari almarhum ayah dan kakeknya untuk turut mendirikan atau mendesain serta menyokong pembangunan masjid.
Salah satu partner Urbane, Reza A Nurtjahja mengaku, mayoritas desain masjid yang didesain Ridwan Kamil senantiasa memiliki kekhasan. Bisa jadi, desain masjid ala Ridwan Kamil jarang ditemukan di kebanyakan masjid.
Salah satu desain masjid Ridwan Kamil, yaitu tidak dilengkapi kubah. Konsep tanpa kubah yang diinisiasi Ridwan Kamil itu merujuk pada keterangan masjid yang dibangun zaman Rasulullah SAW. Bahkan, berdasarkan riwayat, bangunan Masjid Nabawi di Madinah menyatu dengan pasar dan tidak memiliki kubah.
Bangunan Ka'bah di Masjid Al Haram, Mekah, sebagai baitullah dan kiblat umat Islam di dunia berbentuk kotak sederhana. ‘’Kubah adalah bentuk teknik konstruksi bangunan yang sudah ada sejak zaman romawi, untuk menciptakan ruang bangunan yang cukup luas tanpa memerlukan tiang,’’ jelasnya.
Bentuk kubah selain dipakai sebagai konstruksi, juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akustik. Tujuannya, agar suara yang disampaikan imam dan khatib bisa terdengar nyaring, terutama di saat teknologi microphone dan pelantang belum ditemukan. Ini seperti orang yang mengira bedug dan kentongan adalah kelengkapan wajib yang harus ada di setiap masjid, untuk menjadi penanda datangnya waktu shalat, meski sudah ada mik dan pelantang. Namun seiring waktu, orang sekarang sudah bisa menerima masjid tanpa dilengkapi bedug.
Namun, kesederhanaan bentuk masjid yang didesain Ridwan Kamil atau Urbane tidak selalu harus mengikuti pakem berkubah atau tidak berkubah. ‘’Ada kalanya desain masjid Urbane berkubah dan beratap,’’ tuturnya lagi.
Ditegaskan Reza, sosok bangunan masjid harus lebih mementingkan rasa, menghadirkan ketenangan serta mampu membuat jamaah khusyuk dalam beribadah. Ketimbang memperbanyak simbol, yang boleh jadi tidak selaras dengan ajaran Islam, menurut Reza, lebih baik mengutamakan bangunan hijau dimana banyak masukan ventilasi dan cahaya alami di dalam masjid.
‘’Pada beberapa masjid yang didesain Kang Emil dan Urbane, cahaya leluasa menerobos masuk melalui berbagai desain pencahayaan yang membuat suasana masjid terang alami, tanpa perlu banyak lampu penerang di siang hari," jelasnya. Sebagai contoh Masjid Al Irsyad yang terletak di Kota Baru Parahyangan, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Bentuknya kotak persegi mirip Kabah, dan pada dindingnya terdapat kalifgrafi bertuliskan lafadz tauhid, La Ilahaillalalhu. Di dalamnya, ada ruangan luas mengerucut pada sebuah lubang terbuka berbentuk persegi, tepat di ruang mihrab dengan pemandangan yang luas ke arah bukit.
Berkat desain yang unik ini, Masjid Al Irsyad mendapat penghargaan sebagai Future Arc Green Leadership Award BCI Asia 2011 dan penghargaan 5 World Top Religious Building 2010 oleh archdaily.com.
Selain Al Irsyad, Ridwan Kamil dan Urbane juga mendesain masjid di beberapa kota besar lainnya. Di antaranya di Jakarta, Yogyakarta dan Makasar. Ridwan Kamil juga sempat mendesain masjid di Beijing, namun belum sempat dibangun.
Saat ini, ungkap Reza, Urbane sedang membantu pendesainan masjid di Sevilla Spanyol, untuk komunitas umat Islam di sana. Saat ini, Di Denpasar dan di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, ada masjid yang sedang didesain oleh Urbane.
Keunikan desain masjid ala Ridwan Kamil dan Urbane, tegas Reza, mengharuskan adanya desain arsitektural masjid bernarasi dan memiliki konsep yang kuat. Intinya, menunjukan keagungan dan kemahabesaran Allah Swt terhadap ciptaan-Nya. Keunikan setiap mihrab yang didesain Urbane, di antaranya selalu dirancang terbuka.
Desain arsitektural Ridwan Kamil dan Urbane lainnya yang cukup ikonik, adalah Masjid di rest area KM 88 Jalan Tol Purbaleunyi arah Jakarta. ‘’Masjid KM 88 yang desainya segitiga itu pada awalnya adalah turunan dari bentukan lansekap atau bentang alam,’’ imbuh Reza.
Sementara fasad atau eksterior bangunan yang berlubang dan menghadirkan cahaya ke dalam masjid, terinspirasi dari keadaan di saat malam, di mana bintang-bintang bergemerlapan di langit yang terlihat indah.
Kini, Masjid As Safar berkapasitas 6.000 jamaah yang diresmikan oleh Dirut Jasa Marga Dessi Ariani pada Mei tahun 2017 itu, menjadi salah satu ikon baru Jalan Tol Purbaleunyi. Kehadiran masjid ini senantiasa menarik perhatian para pengendara yang akan pergi ke Jakarta untuk singgah beristirahat dan menjalankan shalat. Ril