REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menjadi turunan dari UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Penyusunan sudah memasuki tahap pembahasan lintas kementerian dan lembaga (K/L) terkait.
Sejumlah Sekjen, Deputi, perwakilan Kemenko Perekonomian, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan lembaga lainnya yang terkait menggelar rapat membahas RPP ini pada Jumat (2/2), di Gedung Kemensetneg, Jalan Veteran No 17 Jakarta.
Staf Khusus Wapres Jusuf Kalla, Bambang Wijayanto berharap, RPP ini sebelum menjadi PP, harus bersih dari berbagai persoalan, baik teknis maupun substansi.
Dalam kesempatan itu, Sekjen Kemenag Nur Syam mengatakan, kalau RPP atas pelaksanaan UU NO 33 ini telah melalui perdebatan yang cukup panjang. Dari sisi Kemenag, ada 2 pasal RPP yang masih membutuhkan pendalaman, yakni terkait Pasal 2 yang menegaskan agar setiap produk wajib bersertifikat halal. “Karena situasi, apakah ini akan dilaksanakan secara bertahap atau tidak,” kata Nur Syam.
Aturan lainnya yang perlu didalami adalah Pasal 71 yang berkaitan dengan Kementerian Kesehatan. Yaitu, tentang obat yang jika tidak dikonsumsi akan berakibat pada keselematan jiwa pasien. “Apakah harus dikecualikan dari sertifikasi halal atau tidak,” kata Sekjen.
Sementara Kepala Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso mengaku, pihaknya terus bersiap dalam implementasi pelaksanaan jaminan produk halal. Saat ini, BPJPH telah melakukan kerja sama dengan MUI yang mempunyai sekitar 1.500 auditor halal. Selain itu, BPJPH juga menjalin kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi yang berkompeten.
Sejumlah pasal pada rapat ini masih dalam pembahasan yang cukup alot. Rapat lanjutan akan segera digelar agar segera didapat kesepahaman bersama terkat RPP yang akan menjadi pedoman operasional pelaksanaan UU 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.