Sabtu 03 Feb 2018 07:35 WIB
Memperingati Haul ke-26 Sang Singa Karawang-Bekasi (3-Habis)

Ulama Pejuang yang Pernah Berkiprah di Dunia Politik

Di gelanggang politik nasional, KH Noer Alie mendukung Masyumi.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agus Yulianto
KH Noer Alie
Foto: blogspot
KH Noer Alie

REPUBLIKA.CO.ID, Setelah zaman Jepang, KH Noer Ali kian aktif di dunia pendidikan. Di Pekojan, Jakarta, putra pasangan H Anwar dan Hj Maemunah ini bekerja sama dengan Mu`allim Rojiun. Sejak 1953, pesantren yang didirikannya begitu lulus dari Masjid al-Haram, semakin bertransformasi. Lembaga yang berlokasi di kampung halamannya itu, Ujung Malang, Bekasi, menjadi Yayasan at-Taqwa.

Di zaman Sukarno, ulama yang juga pejuang tersebut mulai berkiprah di dunia politik. Konteks situasi saat itu merupakan pertarungan ideologi, antara nasionalisme, Islam, dan komunisme. KH Noer Alie melihat gelagat yang kurang baik pada akhir masa Bung Karno, khususnya setelah sang proklamator dekat dengan Partai Komunisme Indonesia (PKI).

Di gelanggang politik nasional, KH Noer Alie mendukung Masyumi. Karena peran besarnya, dalam pemilihan umum tahun 1955 partai Islam itu memperoleh suara terbanyak di Bekasi.

Satu tahun kemudian, pimpinan pusat Masyumi meminta KH Noer Alie untuk duduk sebagai anggota Dewan Konstituante, yang bertugas menyusun konstitusi baru. Pada akhirnya, Bung Karno membubarkan secara sepihak lembaga ini, meskipun di tengah pro kontra.

Baca juga: Kiai 'Laskar Rakyat Bekasi' Ini Komandan Hizbullah

Sebelum pemberontakan G-30-S, KH Noer Alie semakin berupaya mempererat hubungan kaum ulama dan santri dengan kalangan militer yang anti-komunis. Lebih lanjut, dia bergabung dalam Badan Kerja Sama Ulama-Militer (BKS-UM). Kiai Betawi ini juga menjadi anggota Majelis Ulama di Resimen Infanteri 7/III Purwakarta.

Karena beberapa hal, KH Noer Alie mundur dari dunia politik untuk kembali konsen pada urusan keilmuan. Keputusannya ini disambut gembira kalangan santri dan tokoh agama.

Sejak saat itu, cakupan pendidikan yang diampunya semakin meluas. Pada 1962, KH Noer Alie mendirikan beberapa sekolah setingkat SMP dan SMA. Semuanya berada dalam naungan Yayasan at-Taqwa. Dua tahun kemudian, berdirilah madrasah khusus Muslimah.

Mundurnya dari dunia politik tidak berarti ketentraman. Nama KH Noer Alie difitnah kalangan yang tidak menyukainya menjelang prahara G-30-S. Pada 1963, KH Noer Alie nyaris ditangkap aparat negara lantaran dituding mendukung pemberontakan DI/TII.

Pesantren at-Taqwa sampai-sampai sempat dikepung para aparat. Terhadap tekanan ini, KH Noer Alie tidak sedikit pun takut.

Sekarang kita geledah kampung ini. Kalau terdapat anggota DI, tembak saya. Tapi kalauenggakdapat,enteyanganatembak, kata dia kepada para aparat yang mendatanginya itu. Kontan saja, mereka surut ke belakang.

Jatuhnya kekuasaan Sukarno memunculkan era pemerintahan Soeharto. Dalam masa ini, KH Noer Alie menaruh perhatian lebih pada nasib pendidikan agama di Indonesia. Tokoh yang pernah enam tahun bermukim di Makkah ini tidak sekadar berwacana.

Pada Maret 1972, dia ikut membentuk Badan Kerja Sama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat. Sang kiai pada akhirnya menjadi ketua umum badan tersebut. Pembentukan payung koordinasi demikian belakangan terasa manfaatnya, khususnya untuk merapatkan barisan kaum ulama demi kepentingan nasional Indonesia.

Saat itu, rezim Soeharto mulai menjauh dari keberpihakan pada Muslimin. Pada 1980-an, misalnya, muncul larangan berjilbab di sekolah-sekolah negeri.

KH Noer Alie lantas mengusung fatwa tentang busana Muslimah, yang pada intinya menolak pelarangan semacam itu. Kemudian, muncul kontroversi seputar pembahasan RUU Perkawinan pada 1973. Sebagian besar umat Islam menilai arah penggodokan beleid tersebut mulai menyimpang dari norma-norma agama.

Untuk menggalang resistensi, KH Noer Alie mengerahkan tidak kurang dari seribu ulama dari Pesantren Asy-Syafiiyah, Jatiwaringin. Mereka lalu diimbaunya bersumpah untuk memperjuangkan jalannya RUU tersebut agar selaras dengan nilai-nilai Islam.

Kegigihan KH Noer Ali juga tampil jelas dalam memperjuangkan sikap umat Islam di hadapan penguasa. Waktu itu, mulai marak pelbagai ajang perjudian yang didukung negara, semisal SDSB. Berkat kekompakan elemen umat dan bangsa, penyelenggaraan permainan haram itu akhirnya dibatalkan. KH Noer Alie wafat di Bekasi, Jawa Barat, pada 29 Januari 1992.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement