REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Niger, bagi sejumlah orang, boleh jadi tidak populer. Ia tidak sekondang negara-negara Afrika lain seperti Aljazair, Afrika Selatan, dan Libya. Samakah Niger dengan Nigeria? Mes ki namanya mirip, mereka adalah negara yang berbeda meski bertetangga.
Niger adalah negara di Afrika Ba rat, berbatasan dengan banyak nega ra, di antaranya Mali, Aljazair, Libya, Chad, Nigeria, Burkina Faso, dan Benin. Beribu kota di Niamey, Repu blik Niger memiliki luas wilayah 1.267.000 km2 dengan hasil tambang utama uranium, emas, fosfat, besi, dan gas. Sedangkan hasil pertaniannya ada lah gandum, sorgum, beras, jagung, buah-buahan, sayuran, dan kacang- kacangan.
Niger berpenduduk sekitar 11 juta jiwa. Penduduknya terdiri atas beragam suku, yakni suku Hausa (56 persen), Djerma (22 persen), Fulani (8,5 persen), Tuareg (8 persen), Beri Beri (Kanouri) 4,3 persen, Arab, Tou bou dan Gourmantche (1,2 persen). Da lam hal komposisi agama, seba nyak 90 persen rakyat negeri ini adalah Muslim, pemeluk kepercayaan asli (9 persen), dan penganut Kristen (1 persen).
Niger memperoleh kemerdekaan dari Prancis pada 3 Agustus 1960. Perjalanan negeri ini untuk memperoleh kemerdekaan dari Prancis sangat panjang. Semula, Niger merupakan kerajaan yang berdiri sejak abad ke- 10. Setelah itu, datang suku Hausa dari Nigeria, yang diikuti oleh suku Djerma, Gobir, dan Fulani. Pada abad ke-19, Prancis menguasai Niger. Me lalui perjuangan panjang dan gigih, Niger akhirnya memperoleh kemer dekaan.
Islam mulai berkembang di Niger pada abad ke-10 dan ke-11 melalui para pedagang Arab. Hausa sebagai suku terbesar di Niger mempunyai peran penting dalam pengembangan Islam di sana. Di abad ke-20, muncul tokoh politik sekaligus intelektual Muslim yang dibanggakan oleh umat Islam di Niger, yakni Dr Hamid al- Gabid. Ia adalah produk pendidikan Islam di Niger. Sejak awal, al-Gabid memang sangat concern terhadap perkembangan Islam di negaranya. Ia pernah menjadi perdana menteri pada beberapa kabinet di Niger.
Pada 1989, dia terpilih sebagai Sekjen Organisasi Konferensi Islam (OKI) hingga 1996. Kemudian, ia dicalonkan sebagai sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), namun dikalahkan oleh Koffi Anan dari Ghana. Kalangan Muslim di belahan dunia lain mungkin tidak pernah menyangka bahwa tokoh dengan nama besar seperti al-Gabid berasal dari negeri kecil di Afrika Barat yang sebagian besar penduduknya beragama Islam.
Disarikan dari Islam Digest Republika