REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penceramah di televisi mendapat sorotan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dengan masih adanya penceramah yang kurang kompeten dalam menyebarkan agama Islam melalui siaran televisi. Apalagi, belum lama ini ada penceramah yang salah dalam menuliskan ayat suci Alquran di salah satu program dakwah televisi nasional.
Karena itu, MUI Pusat mengundang beberapa stasiun televisi ke Kantor MUI Pusat pada Rabu (13/12) kemarin. Dalam rapat tersebut hadir pula perwakilan Kementerian Agama dan juga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis mengatakan, setelah melakukan rapat koordinasi tersebut akhirnya, ke depannya setiap penceramah yang akan ditayangkan ditelevisi diharuskan untuk memenuhi stabdarisasi dulu. "MUI dengan KPI dan kementerian Agama akan melakukan penjaminan terhadap mutu, kualifikasi dan kompetesi da'i dan isi siarannya," ujarnya saat ditemui Republika.co.id di Kantor MUI Pusat, Kamis (14/12).
Menurut dia, untuk menerapkan stadarisasi da'i tersebut, MUI akan bekerjasama dengan Kemenag dan KPI. Karena, menurut dia, sejatinya program religi yang ditayangkan televisi sangat kompleks. "Kalau regulasi tentu Kemenag. Tapi yang menilai benar dan tidak benar itu kewenangan MUI. Nanti akan bekerjasama KPI Kemenag dan MUI. Ketika berkaitan dengan penyiaran itu kewenanganya KPI," ucapnya.
Sementara, Sekjen Bimas Islam Kemenag, Tarmidzi Tohor mengatakan bahwa tujuan semua penceramah pada intinya semua baik, yaitu ingin memberikan penerangan agama kepada masyarakat. Namun, menurut dia, masalah agama sangat sensitif.
Karena itu, ia memandang perlu adanya regulasi yang mengatur para penceramah untuk tayang di televisi. "Perlu pengaturan dalam penyiaran agama melalui televisi sehingga tujuan bisa tercapai. Bukan sebaliknya siaran menambah orang sesat dan bertengar dalam beragama," kata Tarmidzi.