REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amr bin al-Jamuh merupakan figur pemimpin Bani Salimah. Pada zaman jahiliyah atau sebelum Nabi Muhammad SAW lahir, ia telah dikenal luas sebagai tokoh yang dihormati. Dalam masa itu, ia membuat berhala dari kayu bernama Manaf yang disembah kaumnya di Makkah.
Seperti dinarasikan dalam kitab Shuwar min Siyar ash-Shahabiyyat tulisan Abdul Hamid as-Suhaibani, istri Amr bin al-Jamuh yakni Hindun binti Abdullah lebih dahulu masuk Islam. Beberapa anak muda dari Bani Salimah juga telah memeluk mengimani risalah Rasulullah SAW. Termasuk di antaranya salah seorang anak kandung Amr bin al-Jamuh sendiri, yakni Mu'adz.
Kisah masuk Islamnya Amr bin al-Jamuh merupakan buah ikhtiar dari putranya tersebut. Suatu kali, Amr bin al-Jamuh diajak mengucapkan dua kalimat syahadat oleh kawannya, Mush'ab bin Umair, yang membacakan awal surah Yusuf kepadanya. Amr menolaknya secara sopan.
Lantas, ia kembali ke rumahnya dengan bermuka masam dan menjumpai berhala Manaf. Demi Allah, kamu (Manaf) tahu orang-orang itu tidak menginginkan selainmu. Adakah kamu punya usaha? kata Amr kepada berhala sesembahan sekaligus ciptaannya sendiri itu. Tentu saja, lawan bicaranya itu hanyalah benda sunyi membisu.
Pada malam harinya, Amr tidur seperti biasa. Namun, diam-diam Mu'adz bin Amr menyusup ke ruangan ayahnya dan membuang berhala tersebut ke lubang kakus. Keesokan pagi, Amr bin al-Jamuh yang hendak berdoa tidak mendapati berhalanya. Setelah dicari-cari, betapa terkejutnya Amr lantaran Manaf sudah terperosok ke dalam tempat kotoran.
Demi Allah, seandainya aku tahu siapa yang melakukan ini terhadapmu (Manaf), niscaya aku akan menghinakannya! seru Amr sambil membersihkan Manaf dan mengembalikannya ke tempat semula.
Upaya membuang berhala Manaf dilakukan secara berulang-ulang oleh Mu'adz bin Amr. Setiap malam, Mu'adz menunggu ayahnya hingga tertidur pulas, baru kemudian ia masuk ke dalam ruangannya, mengambil berhala Manaf, dan mencampakkan benda sesembahan itu ke kubangan.
Karena berang dan tidak tahu siapa pelakunya, Amr bin al-Jamuh menggantungkan sebilah pedang miliknya di dekat berhala Manaf. Sebelum beranjak tidur, ia berkata, Bila kamu (Manaf) memiliki kebaikan, maka bela dirimu, karena pedang ini akan bersamamu.
Seperti biasa, Mu'adz menyusup ke ruangan berhala begitu yakin ayahnya sudah tidur lelap. Ia kaget lantaran mendapati pedang ayahnya tersangkur di leher Manaf. Kali ini, Mu'adz tidak sekadar membuang Manaf ke kubangan, melainkan juga mengambil bangkai anjing yang ia lihat di sekitar rumahnya. Mu'adz lantas mengikatkan bangkai busuk itu dengan tali pada berhala tersebut. Kemudian, ia membuangnya ke sumur umum pembuangan kotoran Bani Salimah.
Pagi tiba, Amr bin al-Jamuh murka dan semakin kesulitan mencari-cari keberadaan Manaf. Setelah susah payah, ia menemukan berhala tersebut telah tercampak dan diikat dengan bangkai anjing menjijikkan. Sekarang, Amr memilih membiarkan benda tersebut dan tidak melakukan apa-apa.
Saat itulah, beberapa orang dari kaumnya, yang telah menjadi Muslim, mendekati, menenangkan, dan berbicara baik-baik dengan Amr. Sebab, bagaimanapun, Amr bin al-Jamuh merupakan pemimpin Bani Salimah yang terhormat.
Di hadapan onggokan berhala ciptaannya, sosok sepuh ini akhirnya mengumumkan masuk Islam. Dalam mengenang proses hijrahnya itu, Amr bin al-Jamuh belakangan merasa bersyukur kepada Allah SWT yang telah menyelamatkannya dari kesesatan.