REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap dan pemikiran Muslim haruslah mencerminkan keesaan Tuhan, sehingga ruh tauhid menjadi gambaran umum tentang realitas dan kebenaran dalam kehidupan dunia yang terikat ruang dan waktu. Hal itu tercermin dalam pandangan dualitas, yaitu antara dunia dan akhirat, yang keduanya harus dijalani bersamaan.
Dualitas tersebut menghadirkan penilaian ideal terhadap sesuatu, sehinga cara pandang tidak antimetafisika. Konsep ini mewarnai daya ingat, imajinasi, pemikiran, observasi, intuisi, dan pemahaman. Gerak manusia akan seiring dengan wahyu, sehingga kehidupan tertata.
Berbagai makhluk bergerak di ekosistem nya masing-masing, sehingga tidak berkonflik. Alam menjadi tempat mereka ber kreasi dalam kedamaian, membangun ke lompok dan tatanan kehidupan sendiri. Keteraturan alam merupakan contoh nyata keadilan yang seharusnya menjadi rujukan manusia.
HAR Gibb dalam pengantar buku Seyyed Hossein Nasr, Introduction to The Islamic Cosmological Doctrine, menjelaskan, merenungkan proses penciptaan dan kehidupan di alam ini membuat siapa pun memahami keteraturan hidup. Siapa pun memahami bahwa keteraturan ini merupakan wujud keadilan Ilahi yang tak mungkin diintervensi. Ini adalah keadilan yang tidak politis dan tidak dapat direkayasa. Siapa pun tak dapat membeli keadilan itu karena Allah tidak membutuhkan transaksi apa pun.
Keadilan itu menghasilkan keharmonisan, integralitas, dan pastinya kebenaran.Integralitas menandakan satu makhluk membutuhkan lainnya untuk keberlangsungan hidup. Hal itu menghadirkan pemahaman yang utuh, tidak dikotomis, dan tentu saja jauh dari sekularisme.
Keadilan Ilahi merupakan prinsip keteraturan dan keseluruhan. Semua gerak kehidupan berjalan dalam hubungan dengan yang lainnya secara harmonis. Masingmasing menggapai tujuannya berdasarkan hak dan kewajiban yang ditentukan.
Jika kelompok masyarakat ingin mewujudkan harapannya maka harus memenuhi tiga hal mendasar. Semuanya sangat mungkin menjadi jalan untuk membangkitkan Islam yang merupakan cita-cita Syaqib Arslan, al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan juga al-Faruqi. Pertama adalah intuisi spiritual yang mewarnai persepsi universal. Kedua adalah hikmah atau pun kebijaksanaan yang lahir dari interpretasi akal yang harus selalu dikembangkan untuk menginspirasi penemuan saintifik. Ketiga adalah pemerintah harus berfungsi dengan baik untuk melindungi integritas kelompok dan menjaga hubungan harmonis dengan siapa pun.
Buku Tawhidal-Faruqi merupakan pengantar untuk memahami pandangan hidup Islam yang sangat filosofis. Isinya adalah gagasan dan pemikiran al-Faruqi yang mengkhawatirkan kondisi umat Islam, dan meminta mereka untuk melakukan perubahan besar. Sebab, umat tidak boleh bersikap pasrah akan keadaan di sekelilingnya.Mereka harus bergerak untuk menciptakan perubahan.
Al-Faruqi dalam pengantarnya mengutip sebuah ayat bahwa Allah tak akan mengubah kehidupan suatu kaum, sampai mereka mengubah sendiri apa yang ada di sekelilingnya (13:12).