Jumat 03 Nov 2017 16:15 WIB

Sahkah Akad Nikah Jarak Jauh?

Akad nikah   (ilustrasi)
Foto: Republika
Akad nikah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pernikahan dalam Islam memiliki beberapa rukun dan syarat. Rukun dan syarat nikah memengaruhi sah atau tidaknya pernikahan menurut Islam. Rukun nikah yang disepakati oleh jumhur ulama terdiri dari lima hal.

Lima rukun tersebut adalah ada mempelai pria, ada mempelai wanita, ada wali nikah, adanya dua orang saksi, dan ada ijab kabul. Seiring majunya teknologi, ada beberapa rukun nikah yang dilaksanakan secara jarak jauh dengan bantuan teknologi. Beberapa yang kerap ditemui adalah mempelai pria mengucapkan kabul di tempat yang jauh dari mempelai wanita, wali, dan dua saksi. Fasilitas telepon atau video call dipakai untuk mengucapkan akad nikah jarak jauh. Lalu, apakah akad nikah seperti ini diperbolehkan?

Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan, ulama fikih berpendapat jika ijab dan kabul dipandang sah apabila telah memenuhi beberapa persyaratan. Ijab kabul sendiri memiliki empat syarat yang harus diperhatikan.

Pertama, ijab dan kabul dilakukan dalam satu majelis. Kedua, kesesuaian antara ijab dan kabul. Misalnya wali mengatakan, "Saya nikahkan anda dengan putri saya A...", kemudian calon suami menjawab, "Saya terima nikahnya B...", maka nikahnya tidak sah, karena antara ijab dan kabul tidak sesuai.

Ketiga, yang melaksanakan ijab (wali) tidak menarik kembali ijabnya sebelum kabul dari calon suami. Keempat, berlaku seketika. Maksudnya, nikah tidak boleh dikaitkan dengan masa yang akan datang. Jika wali mengatakan, "Saya nikahkan anda dengan putri saya besok atau besok lusa," maka ijab dan kabul seperti ini tidak sah.

Nah pengertian ijab dan kabul dalam satu majelis ini tidak semua ulama sepakat soal penjelasannya. Ada yang mengartikan harus dalam satu tempat, ada pula yang mengartikan tak harus dalam satu tempat. Imam Syafi'i lebih cenderung memandangnya dalam arti fisik. Wali dan calon suami harus berada dalam satu ruangan sehingga mereka dapat saling memandang. Hal ini dimaksudkan agar kedua pihak saling mendengar dan memahami secara jelas ijab dan kabul yang mereka ucapkan. Sehingga ijab dan kabul benar-benar sejalan dan bersambung.

Menurut Imam Syafi'i, dua orang saksi juga harus melihat secara langsung dua orang yang berakad. Dua orang saksi tidak cukup hanya mendengar ucapan ijab dan kabul yang diucapkan oleh mereka. Kepastian itu diperoleh saksi melalui penglihatan dan pendengaran yang sempurna. Meskipun keabsahan suatu ucapan atau perkataan dapat dipastikan dengan pendengaran yang jelas, namun kepastian itu harus diperoleh dengan melihat secara langsung wali dan calon suami.

Apabila wali berteriak keras mengucapkan ijab dari satu tempat, kemudian disambut oleh kabul calon suami dengan suara keras pula dari tempat lain, dan masing-masing pihak saling mendengar ucapan yang lain, maka akad nikad seperti itu tidak sah.

Karena, kedua saksi tidak dapat melihat dua orang yang melakukan ijab dan kabul dalam satu ruangan. Dengan demikian, menurut Imam Syafi'i, akad nikah jarak jauh melalui telepon tidak dapat dipandang sah karena syarat tersebut di atas tidak terpenuhi.

Sementara pendapat berbeda diungkapkan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah dalam kumpulan fatwanya. Menurut Majelis Tarjih, yang dimaksud dengan ijab kabul dilakukan dalam satu majelis adalah ijab dan kabul terjadi dalam satu waktu. Yang lebih dipentingkan adalah kesinambungan waktu bukan tempat.

Menurut Majelis Tarjih, para ulama imam mazhab sepakat tentang sahnya akad ijab dan kabul yang dilakukan oleh dua pihak yang berjauhan melalui sarana surat atau utusan. Misalnya ijab dan kabul dilakukan melalui surat atau utusan dari wali yang dikirimkan kepada calon suami.

Jika akad ijab dan kabul melalui surat, calon suami membaca surat yang berisi ijab dari wali di hadapan para saksi, lalu segera mengucapkan kabul, maka akad dipandang dilakukan dalam satu majelis.

Jika akad ijab dan kabul melalui utusan, utusan menyampaikan ijab dari wali pada calon suami di hadapan para saksi, setelah itu calon suami segera mengucapkan kabul, maka akad dipandang telah dilakukan dalam satu majelis. Oleh sebab itu, jika akad ijab dan qabul melalui surat atau utusan disepakati kebolehannya oleh ulama mazhab, maka akad ijab dan kabul menggunakan fasilitas telepon dan video call lebih layak untuk dibolehkan.

Kelebihan video call yang lain, para pihak yakni wali dan calon suami mengetahui secara pasti kalau yang melakukan akad ijab dan qabul betul-betul pihak-pihak terkait. Sedangkan melalui surat atau utusan, bisa saja terjadi pemalsuan.

Pendapat ini sesuai dengan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang menginterpretasikan satu majelis dalam arti nonfisik bukan masalah tempat. Imam Abu Hanifah serta fukaha dari Kufah menyetujui pandangan Ahmad bin Hanbal tersebut.

Keharusan bersambungnya ijab dan kabul dalam satu waktu upacara akad tidak hanya diwujudkan dengan bersatunya ruangan secara fisik. Jika wali mengucapkan ijabnya dengan pengeras suara dari satu ruangan dan langsung disambut oleh calon suami dengan ucapan kabul melalui pengeras suara dari ruangan lain serta masing-masing mendengar ucapan yang lain dengan jelas, akad nikah itu dapat dipandang sah.

Berkaitan dengan itu, menurut ulama Mazhab Hanbali, keharusan dua orang saksi adalah mendengar dan memahami ucapan ijab dan kabul dari pihak yang berakad serta mengetahui betul bahwa ucapan itu dari pihak yang berakad. Menurut mereka, saksi tidak harus melihat langsung kedua pihak yang berakad ketika akad berlangsung. Artinya, dengan pendapat ini ijab kabul dengan telepon atau video call sah hukumnya.

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement