Ahad 29 Oct 2017 14:03 WIB

Perjuangan Pemuda Tunanetra Hafal Alquran dalam Lima Tahun

Lomba hafalan Alquran di Pesantren Darunnajah
Foto: Pesantren Darunnajah
Lomba hafalan Alquran di Pesantren Darunnajah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesantren Darunnajah Jakarta menggelar kembali Musabaqoh Hifzhul Qur’an yang ketiga Antarpondok Pesantren se-Indonesia. Kegiatan ini terselenggara dari hasil kerja sama Pesantren Darunnajah dengan lembaga pendidikan Alquran, Doha, Qatar. Peserta acara ini berasal dari seluruh kota Indonesia berjumlah sebanyak 426 hafidz dan hafidzah.

Keterbatasan fisik tidak menghalangi semangat Isyroqi Nur Muhammad Limi’roji, santri asal Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah, Mojokerto mengikuti perlombaan Musabaqoh Hifzhul Qur’an Tingkat Nasional ketiga di Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta.

Santri penyandang tunanetra berusia 17 tahun yang kini masih duduk di kelas tiga Aliyah itu semenjak kecil memiliki cita-cita menjadi seperti ayahnya yang dulunya juga seorang hafiz. Selain cita-cita tersebut, wasiat sang ayah sebelum meninggal agar ia menjadi seorang penghafal Alquran semakin menumbuhkan semangatnya.

“Saya mulai menghafal Alquran ketika saya berumur delapan tahun dan alhamdulilah selesai di umur 13. Saya ingin mengamalkan wasiat ayah saya yang telah berpulang ke rahmatullah terlebih dahulu. Saya ingin menjadi seorang hafiz seperti almarhum ayah saya yang juga seorang hafiz. Dulu almarhum pernah menjadi juara tahfiz di Jakarta,” kata Isyroqi, dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (29/10).

Perjuangannya untuk mampu menghafal Alquran tidaklah mudah. Metode yang ia tempuh untuk menghafal menggunakan metode sima’ah.

Ia harus mendengarkan ibunya membacakan kalimat per kalimat ayat Alquran. Ia juga menggunakan rekaman suara untuk menghafalkan ayat-ayatnya. Bahkan ia sampai menangis saat sang ibu tetap memaksanya ketika ia sedang malas menghafal.

“Ketika pertama kali saya membaca Alquran, saya harus mendengarkan ibu saya ketika beliau mendiktekan kepada saya kalimat per kalimat ayat–ayat Alquran. Saya juga menggunakan rekaman suara untuk menghafal. Ketika saya sedang malas-malasnya, ibu tetap memaksa saya menghafal hingga akhirnya saya menghafalkan Alquran sambil menangis,” kata Isyroqi.

Isyroqi berpesan kepada generasi penerus bangsa selalu bersemangat dalam menghafal Alquran dan selalu mengimbangi antara usaha dan doa. Di akhir perkataannya ia juga berpesan agar bukan hanya sekadar menghafal tapi juga lancar dalam menghafal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement