Kamis 10 Aug 2017 20:53 WIB

Suka Duka Jadi Tukang Jagal Kambing

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ilham Tirta
Kholis, penjagal kambing di Rumah Pemotongan Hewan Pulogadung, saat bekerja, Kamis (10/8).
Foto:

Karena konsumennya bukan sembarang orang, ia pun tak main-main dalam memilih kualitas kambing atau dombanya. Ia pun mengajarkan kepada rekannya yang belanja di Solo, Jawa Tengah, bagaimana cara memilih kambing yang bagus.

"Kalau saya milihnya megang kambing itu dulu. Kalau terasa sekali tulang (punggungnya) itu jangan dipilih. Pilih yang tidak begitu terasa tulangnya karena itu berarti dagingnya gemuk dan dagingnya bagus," kata dia.

Ia mengatakan, memiliki usaha seperti itu harus bisa menjaga rasa percaya kepada para konsumennya. Sulaiman tak ingin konsumennya pergi karena kualitas dagingnya tidak bagus. "Ini kan berbasis kepercayaan ya usaha seperti ini. Jadi jangan sampai kualitasnya menurun," sambung dia.

Keuntungan dari menjual kulit kambing

Selain daging dan tulang yang dijual ke konsumen, Sulaiman juga mengumpulkan kulit yang telah dipotongnya untuk kemudian dijual ke pengepul kulit. Saat ini, kata dia, penjualan kulit itu tidak semenguntungkan seperti tahun 80-90an. Kini, harga jual kulit semakin turun.

"Dulu tahun 85-an sampai 2000-an lah, masih bisa sampe Rp 60 ribu perlembar. Beda sama sapi ya, kalau kambing perlembar hitungannya. Sapi itu perkilo dihitungnya," kata dia. Saat ini, menurut pernyataan Sulaiman, kulit kambing hanya dihargai Rp 20 ribu perlembarnya oleh pengepul.

Ditambah lagi, saat ini di mana harga garam melonjak tinggi, biaya untuk menjaga kualitas kulit itu juga ikut meningkat. Biasanya, setelah dikuliti dari dagingnya, kulit kambing dibaluri garam agar awet dan tidak bau.

Sulaiman menyebutkan, jika kulit kambing itu bau dan busuk, biasanya tidak akan diambil oleh pengepul. Untuk mengetahui busuk atau tidaknya kulit, kata dia, bisa dicek dengan mencabut bulu yang ada di kulit tersebut. "Kalau pas dipegang gampang kecabutnya, itu sudah busuk. Tidak akan laku yang seperti itu," kata dia.

Bahan baku untuk membuat kulit itu awet adalah garam. Saat ini, Sulaiman harus merogoh kocek sebanyak Rp 300 ribu untuk satu karung garam. Satu karung garam biasanya 50 kilogram. Satu karung itu pula dapat digunakan untuk sekitar 80 lembar kulit kambing.

Biaya untuk garam tersebut meningkat lebih dari 400 persen dari biasaya. Sebelum negara kepulauan ini mengalami kelangkaan garam, Sulaiman biasa membeli satu karung garam hanya Rp 70 ribu. Itu tentu membuat keuntungan dari penjualan kulit menurun.

"Ya masih ketolong sih sama penjualan dagingnya. Tapi tetap saja berkurang kan jadi untungnya dari satu kambing kalau dihitung-hitung," kata dia.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement