REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Istilah punk kerap identik dengan perilaku kurang baik. Itu tidak ditampik Aditya Abdurrahman, seorang dosen Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Ia mengaku pernah sepuluh tahun terlibat dalam komunitas punk sebelum memutuskan hijrah mendalami Islam.
Aik tidak hanya sekadar tergabung dalam komunitas. Ia juga pernah memiliki sebuah band punk. Dan telah menelurkan ratusan lagu dalam tujuh album bersama tiga band yang berbeda. "Saya menjadi anak punk pada 1995 hingga 2006. Setelah itu, saya mulai mendalami Islam," kata pria yang kerap disapa Aik itu saat memberikan kajian di Masjid Babul Jannah, Suryodiningratan, Yogyakarta, Sabtu (5/8).
Ia memaparkan bahwa punk merupakan gerakan yang muncul dari Inggris dan Amerika. Menurutnya, komunitas ini muncul karena adanya perlawanan sosial atas adanya ketidakpuasan terhadap sistem pemerintahan di sana. Seiring waktu, punk menyebar hingga ke Indonesia.
Sebagian masyarakat mungkin melihat punk hanya dari tampilan dan kebiasannya. Padahal, lanjut dia, sebenarnya punk juga merupakan sebuah ideologi. "Bahkan cenderung ke arah makar. Jadi saat itu sebagian sempat menjadi daftar pencarian orang (DPO)," ujarnya.
Lama tenggelam dalam komunitas punk, pria yang telah mengenyam pendidikan S2 itu pun menyadari beberapa hal. Beberapa yang dilakukan oleh komunitas punk dirasakannya cenderung menentang agama dan mengarah ke liberal.
Tibalah ia pada titik sudah merasa tak lagi nyaman. Pada 2006 ia mulai menjauhi pergaulannya bersama anak punk. Kebetulan saat itu ia baru lulus kuliah dan mulai memasuki dunia kerja. Ia juga memiliki keinginan kuat untuk membina rumah tangga. Saat itu ia mendambakan seorang istri yang baik. Karenanya, ia pun termotivasi untuk melakukan perbaikan diri.
"Saat itu saya hanya menggunakan logika sederhana saya saja. Kalau saya masih nakal, maka akan mendapat istri yang tidak baik," kata pria yang selama bergaul bersama komunitas punk ini tak sempat menorehkan tato secuil pun di tubuhnya.
Agar dapat memperbaiki diri dengan optimal, ia pun memutuskan hubungan secara total selama beberapa tahun dari komunitas punk. Namun, pada 2010 Aik sempat kembali bersilaturahim dengan teman-teman di komunitas itu. Alhamdulillah, kini, selain mengisi hari-harinya menjadi staf pengajar, ia pun juga menjadi pembina komunitas punk muslim di Surabaya.