REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) menggelar acara Halaqah Nasional Alim Ulama se-Indonesia dengan mengusung tema Memperkokoh Landasan Keislaman Nasionalisme Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta pada 13-14 Juli 2017. Ratusan alim ulama dari berbagai daerah di Indonesia hadir dalam acara tersebut.
Saat pembukaan Halaqah Nasional, Rois Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ma'ruf Amin menjelaskan tentang tanggungjawab ulama. Diungkapkannya, MDHW diharapkan bisa menjadi wadah berkumpulnya para ulama, umara, zuama dan umat. Agar mereka semua senantiasa berupaya menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa Indonesia.
"Bagi para ulama ini merupakan tanggungjawab, ulama punya tanggungjawab menjaga agama, punya tanggungjawab menjaga umat, tetapi juga punya tanggungjawab untuk menjaga negara dan bangsa," kata KH Ma'ruf saat berpidato di pembukaan Halaqah Nasional, Kamis (13/7).
Oleh karena itu, lanjut dia, menjadi tanggungjawab bersama menjaga bangsa dan negara dari upaya yang akan melemahkan dan mencerai-beraikan NKRI. Menjaga NKRI dari gerakan kelompok-kelompok radikal yang ingin mengubah negara ini dengan fakta radikalis agama yang ingin mengubah menjadi negara agama.
Juga menjaga NKRI dari kelompok-kelompok radikalis sekuler yang ingin menghilangkan agama dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. "Kita juga harus menjaga negara ini dari kelompok yang tidak toleran, kelompok yang jangankan terhadap agama lain, terhadap sesama agamanya saja sudah tidak mentoleri adanya pendapat yang ada, yang tidak sepaham dianggap sesat, dianggap kafir," ujarnya.
KH Ma'ruf menerangkan, MDHW dijadikan sarana untuk menyatukan dan mengutuhkan seluruh komponen bangsa. MDHW akan terus melakukan upaya-upaya melalui pranata kenegaraan, kemasyarakatan dan keagamaan untuk mengembalikan keutuhan bangsa. Seperti saat didirikan oleh para pendiri bangsa.
Ia mengungkapkan, bersyukur negara Indonesia punya Pancasila yang bisa merekatkan seluruh bangsa Indonesia. Walau Indonesia majemuk, beragam etnis dan suku, tetap menjadi satu kesatuan dalam bingkai Keindonesiaan yang harmoni.
"Kita bersyukur punya tokoh seperti Bung Karno yang dengan kecerdasannya bisa merumuskan Pancasila sehingga bisa menyatukan bangsa ini," ungkapnya.
Ia juga mengaku sangat bersyukur punya tokoh-tokoh bangsa, terutama para ulama yang dengan lapang dada dapat menerima Pancasila sebagai dasar negara. Bersyukur para ulama rela, ketika tujuh kata yang ada dalam Piagam Jakarta diminta dihilangkan. Dengan suka rela para ulama menghilangkan tujuh kata tersebut, demi NKRI.
Ia menegaskan, situasi kondusif seperti itulah yang tidak boleh terganggu dan tercabik-cabik karena adanya kelompok sparatisme, radikalisme dan intoleransi yang bisa merusak. "Maka para ulama melalui Majelis Dzikir Hubbul Wathon ini akan berupaya melakukan penguatan-penguatan," ujarnya.