REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bermunculannya industri kertas pada era kejayaan Islam juga telah melahirkan sejumlah profesi baru. Salah satunya adalah warraq (penjual buku). Mereka menjual kertas dan berperan sebagai agen. Selain itu, warraqin juga bekerja sebagai penulis yang menyalin berbagai manuskrip yang dipesan para pelanggannya. Mereka juga menjual buku dan membuka toko buku.
Menurut Sardar, sebagai agen, warraqin juga sering membuat sendiri kertas untuk mencetak buku. Sebagai penjual buku, warraqin mengatur segalanya, mulai dari mendirikan kios di pinggir jalan hingga toko-toko besar yang nyaman jauh dari debu-debu pasar. Kios-kios buku itu umumnya berdiri di jantung kota-kota besar, seperti Baghdad, Damaskus, Kairo, Granada, dan Fez.
Seorang sarjana Muslim al-Yaqubi dalam catatannya mengungkapkan, pada abad kesembilan, di pinggiran Kota Baghdad, terdapat tak kurang dari 100 kios buku. Di toko-toko buku besar kerap berlangsung diskusi informal membedah buku. Acara itu dihadiri para penulis dan pemikir terkemuka.
Sardar menuturkan, salah satu toko buku terkemuka dalam sejarah Islam adalah milik al-Nadim (wafat 990). Dia adalah seorang kolektor buku pada abad ke-10. Toko buku al-Nadim di Baghdad dipenuhi ribuan manuskrip dan dikenal sebagai tempat pertemuan para pemikir dan penyair terkemuka pada masanya.
Katalog buku-buku yang terdapat di tokonya al-Fihrist al-Nadim dilengkapi dengan catatan kritis. Katalog itu dikenal sebagai ensiklopedia kebudayaan Islam abad pertengahan. Industri penerbitan yang dipelopori warraqin dilakukan dengan sistem kerja sama antara penulis dan penerbit.