REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Islam, ilmu waris disebut juga dengan faraidl, kata jamak dari faridlah. Secara harfiah maknanya adalah sesuatu yang diwajibkan atau pembagian yang telah ditentukan sesuai dengan kadarnya masing-masing. Ilmu faraidl atau waris adalah ilmu yang mempelajari tentang cara pembagian harta warisan untuk setiap ahli waris yang telah ditinggal wafat oleh salah seorang dari orang tuanya sesuai dengan hukum Islam.
Dalam Alquran, ayat menjelaskan tentang hukum waris ini terdapat pada surah An-Nisaa' [4] ayat 11, 12, dan 176. Kemudian, diperkuat lagi dengan sejumlah hadis Nabi SAW.
Merujuk pada keterangan ayat Alquran maupun hadis Nabi SAW tentang waris, pengarang kitab Fath al-Qarib, Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazzi membagi orang-orang yang mendapatkan harta warisan. Mereka yang berhak mendapatkan harta warisan itu, karena tiga hal. Pertama, kerabat hakiki (adanya nasab) seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya. Kedua, karena sebab pernikahan; dan ketiga karena al-Wala', yaitu hubungan kekerabatan karena sebab hukum (sumpah setia). Dalam kitab ini, Al-Ghazzi juga menerangkan orang-orang yang tidak mendapatkan hak waris.
Adapun orang yang berhak mendapatkan harta warisan itu adalah anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak, kakek (dari pihak bapak), saudara kandung laki-laki, saudara laki-laki seayah, saudara laki-laki seibu, anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki, anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, paman (saudara kandung bapak), paman (saudara bapak seayah), anak laki-laki dari paman, anak laki-laki seayah, suami, dan laki-laki yang memerdekakan budak. Kelompok ini adalah orang yang berhak mendapatkan harta warisan dari jalur laki-laki yang berjumlah 15 orang.
Adapun dari jalur perempuan sebanyak 10 orang, mereka adalah anak perempuan, ibu, anak perempuan (dari keturunan anak laki-laki), nenek (ibu dari ibu), nenek (ibu dari bapak), saudara kandung perempuan, saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu, istri, dan perempuan yang memerdekakan budak.
Keutamaan Faraidl
Ilmu waris ini merupakan ilmu yang sangat penting untuk dipelajari. Sebab, dengan menguasai atau memahami ilmu ini, maka seseorang akan mampu mencegah perselisihan dalam sebuah rumah tangga karena masalah pembagian harta warisan. Rasulullah SAW menjelaskan, mempelajari ilmu ini sangat penting, karena ia merupakan setengah dari ilmu. Lebih lanjut diterangkan, ilmu waris adalah ilmu yang pertama kali diangkat (hilang) dari umat Islam.
Al-Ghazzi mengutip hadis Rasul SAW yang menjelaskan tentang keutamaan ilmu faraidl. ''Abu Hurairah RA berkata, Nabi SAW bersabda, ''Pelajarilah ilmu faraidl serta ajarkanlah kepada orang lain, karena sesungguhnya, ilmu faraidl setengahnya ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama yang akan diangkat dari umatku.'' (HR Ibnu Majah dan ad-Darquthni).
''Ibnu Mas'ud RA berkata, Nabi SAW bersabda, ''Pelajarilah ilmu faraidl serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (wafat), sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan, mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup meleraikan (menyelesaikan perselisihan pembagian hak waris) mereka.'' (HR Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan al-Hakim).