REPUBLIKA.CO,ID, JAKARTA -- Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Amirsyah Tambunan beranggapan, politik uang adalah penggelontoran uang dalam bentuk asli mata uang atau bantuan lainnya kepada orang-orang yang memiliki hak pilih. Praktik itu dilakukan dalam sebuah pemilihan umum atau pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah.
Pemberian itu diberikan dengan syarat mereka yang mendapatkan gelontoran uang dan sejenisnya harus memilih calon yang dimaksud oleh pihak yang menggelontorkan uang. "Pekerjaan seperti itu adalah haram karena menimbulkan mafsadar atau merusak agama, bangsa, dan negara," kata dia, belum lama ini.
Menurut Amirsyah, politik uang telah ditegaskan Allah SWT di dalam kitab suci Alquran sebagai strategi baku kaum kafir dan munafik. Selain itu, politik uang juga sebagai bentuk kecurangan mereka untuk memenangkan persaingan atau pertempuran.
Hal itu tertulis dalam surah al-Anfal 36-37. "Sesungguhnya orang-orang kafir itu akan terus menggelontorkan harta benda mereka (mata uang dan lainnya) untuk mencegah masyarakat dalam menjalankan ajaran Allah SWT, mereka akan terus menggelontorkan harta mereka hingga menjadi bangkrut dan ludes. Setelah itu, mereka dapat dikalahkan di dunia dan dikumpulkan di dalam neraka jahanam saat mereka mati (banyak orang yang senang menerima gelontoran uang itu), dengan demikian Allah SWT menyaring orang orang yang kotor hatinya dari orang-orang yang bersih hatinya. Lalu, Allah SWT mengumpulkan orang-orang yang kotor hatinya itu menjadi satu kelompok yang terikat satu sama lain. Lalu, pada hari kiamat nanti Allah mengumpulkan mereka itu bersama-sama di dalam neraka jahannam. Itulah kerugian terbesar untuk mereka."
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, meski ayat ini dilatarbelakangi penyebab khusus, yakni upaya orang kafir Quraisy untuk mengumpulkan harta mereka guna mengalahkan kaum Muslimin, ayat ini mengandung makna umum. Allah SWT memberitahukan, orang-orang kafir membelanjakan hartanya untuk menghalangi manusia dari mengikuti jalan yang benar.
Kemudian, lenyaplah harta benda mereka. Pada akhirnya, hal tersebut menjadi kekecewaan dan penyesalan bagi mereka karena tidak mendapatkan sesuatu dari upayanya. Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dan bermaksud agar kalimat mereka menang di atas kalimat kebenaran. Namun, Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, sekalipun orang kafir tidak suka. Allah pun tetap menolong agama-Nya, menyerukan kalimat-Nya dan memenangkan agama-Nya.