REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Begitulah sejarah peradaban Islam mencatat sosok wanita pejuang bernama Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq. Muslimah yang lahir 27 tahun sebelum hijrah itu adalah putri Khalifah Abu Bakar RA. Mujahidah yang usianya lebih tua 10 tahun dibandingkan Aisyah RA itu dikenal sebagai seorang yang dermawan.
Asma adalah saudari istri Rasulullah, Aisyah RA, namun berbeda ibu. Ia adalah saudara kandung Abdullah bin Abu Bakar. Putri Abu Bakar itu termasuk salah satu wanita di Kota Makkah yang pertama masuk Islam. Setelah 17 sahabat mengucap dua kalimah syahadat, Asma pun kemudian membaiat Rasulullah SAW.
Pengabdian dan pengorbanan Asma membela agama Allah SWT begitu besar. Tak heran jika ia digelari ''Dzatun Nithaqaini'' (wanita yang memiliki dua selendang). Alkisah, ketika Rasulullah SAW dan Abu Bakar bersiap-siap untuk hijrah di malam hari, dengan penuh kecintaan terhadap Islam dan Rasul-nya, ia menyobek selendangnya menjadi dua helai,
Helai pertama digunakannya untuk menutupi tempat makan atau bekal Rasulullah SAW dan sisanya untuk menutupi kepalanya. Ketika terjadi peperangan antara kaum Muslimin dan penduduk Syam, mereka mengolok-olok putra Asma bernama Abdulah Ibnu Zubair dengan julukan "Dzatun Nithaqaini".
Seusai pertempuran, Abdullah menanyakan julukan itu kepada sang bunda. Asma pun membenarkan julukan yang diberikan kepadanya itu, ''Demi Allah, itu adalah benar." Begitulah pengorbanan dan kecintaan Asma untuk agama dan Rasul yang mengajarkan pada jalan kebaikan.
Asma memang dikenal sebagai pribadi yang sangat Islami. Ia bahkan merelakan ayahnya menyumbangkan seluruh hartanya demi tegaknya agama Allah SWT. Pada saat hijrah, Abu Bakar membawa seluruh hartanya yang berjumlah sekitar 5.000 hingga 6.000 dinar. Lalu kakeknya yang buta, Abu Quhafah datang kepada Asma. Abu Quhafah berkata :"Demi Allah, sungguh aku mendengar bahwa Abu Bakar telah meninggalkanmu pergi dengan membawa seluruh hartanya?''
Mendengar pertanyaan itu, Asma berkata, '''Sekali-kali tidak, wahai, Kakek! Sesungguhnya, Beliau telah menyisakan buat kami harta yang banyak.'' Kemudian Asma mengambil batu-batu dan meletakkannya di lubang angin, tempat ayahnya pernah meletakkan uang itu. Kemudian dia menutupinya dengan selembar baju.
Setelah itu Asma memegang tangan kakeknya dan berkata: "Letakkan tangan Kakek di atas uang ini." Sang kakek pun merasa lega. "Kalau memang dia telah meninggalkan harta untukmu, maka dia telah berbuat baik. Ini sudah cukup bagi kalian." Kemuliaan akhlak Asma itu telah menenangkan rasa gundah di hati sang kakek.
Padahal, yang sebenarnya Abu bakat tidak meninggalkan sekeping dinar pun bagi keluarganya. Namun, Asma mengikhlaskannya. Ia tak menuntut harta dari sang ayah. Bahkan, ketika Zubair bin Awwam meminangnya, Asma tak menuntut apa-apa.
Ia menerima Zubair yang tak memiliki apapun, kecuali seekor kuda. Dengan penuh keikhlasan, Asma memberi makan kudanya dan mencukupi kebutuhan serta melatihnya. Ia menumbuk biji kurma untuk makanan kuda, memberinya air minum dan membuat adonan roti.
Suatu ketika Zubair bersikap keras terhadapnya, lalu Asma datang kepada ayahnya dan mengadu. Abu Bakar pun berkata, '"Wahai anakku, sabarlah! Sesungguhnya apabila seorang istri bersuami seorang yang saleh, kemudian suaminya meninggal dunia, sedang isterinya tidak menikah lagi, maka keduanya akan berkumpul di surga."
Asma pun sempat datang kepada Nabi SAW, lalu bertanya, "Wahai, Rasulullah, tak ada sesuatu yang berharga di rumah saya kecuali kuda yang dibawa Zubair. Bolehkah saya memberikan sebagian pendapatan saya kepadanya?''
Nabi SAW menjawab :"Berikanlah sesuai kemampuanmu dan janganlah bakhil, sehingga orang lain akan bakhil terhadapmu." Asma adalah Muslimah yang sangat dermawan. Para sahabat mengakuinya. Dari Abdullah bin Zubair berkata, "Tidaklah kulihat dua orang wanita yang lebih dermawan daripada Aisyah dan Asma."
Kedermawanan mereka berbeda. Aisyah suka mengumpulkan sesuatu dan setelah banyak lalu dibagikannya. Sedangkan Asma tidak menyimpan sesuatu untuk besoknya. Asma adalah seorang wanita yang dermawan dan pemurah. Saat menderita sakit, Asma lalu membebaskan semua hamba sahayanya.
Asma juga merupakan Muslimah pejuang yang tangguh. Ia sempat ikut dalam Perang Yarmuk bersama suaminya, Zubair dan menunjukkan keberaniannya. Umar bin Khattab RA sangat menghormati Asma. Ketika menjadi khalifah, ia memberi tunjangan untuk Asma sebanyak 1.000 dirham.
Asma pun meriwayatkan 58 hadis dari Nabi SAW. Selain itu, ia juga dikenal sebagai wanita penyair dan pemberani yang mempunyai logika dan bayan. Ia tetap melakukan syiar Islam di usianya yang sudah lanjut. Suatu saat puteranya, Abdullah, datang menemui ibunya, Asma yang buta dan sudah berusia 100 tahun.
Abdullah berkata kepada ibunya, "Wahai, Ibu, bagaimana pendapatmu mengenai orang yang telah meninggalkan aku, begitu juga keluargaku." Asma berkata :"Jangan biarkan anak-anak kecil bani Umayyah mempermainkanmu. Hiduplah secara mulia dan matilah secara mulia. Demi Allah, sungguh aku berharap kamu mengakhiri kehidupan ini dengan baik." Sungguh Asma adalah teladan bagi para Muslimah.