REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manusia memiliki perasaan yang penting pula dibaca dan lalu dijaga dengan baik. Membaca perasaan itu bisa ditempuh dengan menangkap bahasa tubuh yang bersangkutan. Dengan demikian, perkara yang kurang mengenakkan akibat ketidakpekaan selama berinteraksi bisa dihindari.
Sering kali, ketika bergaul, kurang memperhatikan perasaan orang lain. Mengobrol hingga larut, memaksakan kehendak, dan penggunaan bahasa entah disadari atau tidak kerap menyakiti perasaan.
Syekh Musthafa al-Adawi dalam bukunya yang berjudul Fiqh al-Akhlak wa al-Mu'amalat Ma'a al-Mu'minin, menjelaskan Rasul merupakan sosok yang peka membaca perasaan dan karakter seseorang. Hal ini dijadikan sebagai acuan untuk berinteraksi dengan sesesorang sesuai dengan latar belakangnya masing-masing. Perhatikan, misalnya, sikap yang ditunjukkan Rasul SAW kepada Utsman bin Affan yang dikenal pemalu di kalangan sahabat.
View this post on Instagram
Seperti yang pernah dikisahkan Aisyah. Abu Bakar pernah menghadap Nabi Muhammad SAW. Ketika itu, Rasulullah SAW hanya memakai baju berbahan wol seadanya sambil berbaring santai. Tanpa segan, ayahanda ummul mukminin tersebut mengutarakan maksud kedatangannya pada menantunya itu.
Pemandangan yang sama terlihat saat Rasul menerima kunjungan Umar bin Khatab. Ketika, tiba giliran Utsman, Rasul meminta Aisyah berbenah dan menyiapkan pakaian yang lebih bagus.
Aisyah pun terheran, mengapa penyambutan Utsman diistimewakan, sedangkan kedua tamu sebelumnya diperlakukan biasa saja. Rasul menjawab bahwa Utsman merupakan sosok pemalu, bila tidak disambut sedemikian rupa, bisa jadi dia tidak akan berani menyampaikan uneg-unegnya.