REPUBLIKA.CO.ID, SAN JUAN -- Sebuah aturan diajukan legislator di Puerto Rico meminta dilaksanakannya puasa 40 hari dan ibadah untuk memurnikan spiritual, material, dan sosial masyarakat, ditolak. Beberapa LSM hak sipil dan warga Puerto Rico mengklaim aturan itu melanggar prinsip pemisahan aturan agama dengan negara.
The American Civil Liberties Union mengatakan, tengah mencari aturan yang dapat menolak hal tersebut dan mempertanyaan uang publik dalam aktivitas tersebut.
Selama masa puasa, masyarakat diminta mendatangi layanan ibadah yang digelar tiap hari di seluruh distrik di Puerto Rico yang jumlahnya mencapai 40 lokasi. 40 hari puasa akan ditutup dengan acara di Dewan Perwakilan, demikian dilansir Fox News, pekan lalu.
Masyarakat Puerto Rico sendiri sudah secara sukarela mendatangi layanan ibadah tiap hari antara pukul 5.00-6.00 pagi di semua wilayah sejak 26 Februari lalu.
Kisruh aturan ini terjadi sejak Februari lalu ketika Ketua Dewan Perwakilan Puerto Rico, Carlos Mendez menyatakan, bahwa Puerto Rico butuh intervensi untuk mengatasi resesi panjang yang mereka alami. Soal mandat konstitusi atas rumah ibadah, Mendez, merujuk pada budaya.
''Sejauh yang saya tahu, ini berdasarkan pada ajaran agama,'' kata Mendez.
Anggota Dewan Perwakilan Puerto Rico, Eddie Charbonier menyatakan, aksi sukarela bertujuan untuk mempersatukan warga agar Puerto Rico bisa lebih baik. ''Kami mengajak semua warga yang punya tujuan sejalan untuk sama-sama berdoa,'' kata Chabonier.
Puerto Rico sendiri saat ini memiliki persoalan di sektor keuangan. Hampir 70 miliar pinjaman ke publik harus direstrukturisasi tahun ini.
Gubernur Puerto Rico Ricardo Roselló mengumumkan, pemerintah setempat membekukan kredit pajak ke depan dan hampir dua miliar dolar dana digelontorkan untuk memperbaiki arus kas dan menyeimbangkan anggaran.