Jumat 03 Mar 2017 15:31 WIB

Menanam Pohon Kebajikan

Ilustrasi bibit pohon
Foto: istimewa
Ilustrasi bibit pohon

Oleh: Hasan Basri Tanjung

 

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ibarat pohon, seorang mukmin sejatinya tumbuh di atas akar (akidah) kokoh, berdiri tegak dengan batang (ibadah) yang menjulang dan berbuah (akhlak karimah) tiada henti (QS 14:24-25). Nabi SAW berpesan, "Tak seorang Muslim pun menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah, dan yang dicuri orang lain pun bernilai sedekah baginya. Apa saja yang dimakan binatang buas, itu menjadi sedekah. Apa yang dimakan burung, itu pun sedekah. Tak seorang pun yang menguranginya kecuali itu menjadi sedekah baginya." (HR Muslim).

Menanam pohon kebajikan mestilah dengan ketulusan, kesungguhan, dan bertebaran. Andaikan usia sudah lanjut atau kiamat akan terjadi esok hari pun, bibit di genggaman segeralah tanam (HR Bukhari). Bukankah pepohonan yang kita nikmati hari ini adalah hasil tanaman orang tua kita dahulu? Lalu, mengapa kita tidak menanam pohon untuk dipetik buahnya oleh anak cucu kita nanti? "Bukankah kebaikan hanya patut dibalas dengan kebaikan"? (QS 55:60).

Teringat, guru dan sahabat baik saya yang wafat dua bulan lalu, almarhum Ustaz Damanhuri Zuhri, semoga Allah SWT merahmatinya, amin. Beliau sosok yang senang menolong orang di mana dan kapan saja.

Jika tidak bisa dengan harta, ia dorong dengan kata lalu mendoakannya. Pohon kebajikan yang ditanamnya pun berbuah sudah. Saya ingin sebutkan tiga buah kebajikan yang kini dipetik oleh keluarga yang akan mengalirkan pahala abadi untuknya. 

Pertama, anak keduanya, ananda Faiz, sudah hafiz Alquran walaupun masih remaja dan insya Allah akan mendapat beasiswa kuliah ke Universitas Al-Azhar, Kairo, hingga doktor. Buah kebajikan ini dipetik dari sahabat baik almarhum, yakni Ustaz Yusuf Mansur.

Kedua, keluarganya mendapat hadiah istimewa dari Kerajaan Arab Saudi, yakni ibadah haji. Entah apalah kebajikan almarhum, hingga Dubes Arab Saudi Osama bin Mohammed Abdullah al-Shuaibi datang ke rumahnya. Jika orang lain menunggu puluhan tahun, tetapi istri dan tiga anaknya akan berangkat ke Tanah Suci tahun ini. Ketiga, akan dibangun rumah tahfiz Alquran. Semasa hidupnya, almarhum ingin memiliki rumah tahfiz untuk melahirkan penghafal Alquran.

Rupanya, dubes Arab Saudi bukan hanya memberi hadiah ibadah haji, tetapi juga ingin mendengar cita-cita almarhum yang belum terwujud. Insya Allah, beliau akan membangun rumah tahfiz tersebut dalam waktu dekat. Almarhum suka membaca doa ini, "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmatmu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku, dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridhai. Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh aku termasuk orang yang berserah diri." (QS 46:15). 

Prof Dr Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar mengurai dengan puitis. "Kalau ayah seorang yang berjasa, diberi Allah kiranya kita sebagai putranya melanjutkan jasa itu. Supaya kita beramal saleh yang diridhai Tuhan. Janganlah kiranya terhenti sejarah kebajikan dalam hidup kami sehingga aku saja, malahan terus turun-temurun, menjadi kebanggaan. Atas kesalahan yang aku telanjur membuatnya karena kelemahanku, karena kebebalanku, namun aku selalu berusaha hendak menjadi orang baik, dan walaupun bagaimana aku adalah seorang Muslim."

Jika almarhum Ustaz Damanhuri Zuhri sudah menanam pohon kebajikan dan keluarga memetik buahnya kini, lalu apa yang sudah kita tanam untuk dipetik anak-cucu nanti? "Siapa yang menanam, ia yang akan menuai," begitulah pepatah mengingatkan. Allahu a'lam bish-shawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement