Rabu 15 Feb 2017 19:00 WIB
Belajar Kitab

Ini Tujuan Adanya Tanda Baca Alquran

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Alquran
Foto: VOA
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring perkembangan dan dinamika dialek bahasa yang terus berkembang dengan berbagai dampak negatifnya, kebutuhan meletakkan tanda baca baik berupa titik dan syakl tak terelakkan.

Bahkan, menurut  kitab Al Muhkam fi Naqth Al Mashahif, karangan Abu Amar Utsman bin Sa’id Ad Dani, faktor utama yang mendorong para salaf menulis tanda baca itu adalah tingkat keprofanan dialek masyarakat Arab di masa itu akibat persinggungan dengan varian dialek yang cenderung merusak. Apabila gejala ini—termasuk fenomena minimnya para ahli bahasa—tak segera disikapi, dikhawatirkan akan mereduksi makna-makna yang terkandung dalam Alquran.

Penting diketahui, penulisan tanda baca titik yang dilakukan sahabat masih sangat sederhana dan belum sistematis. Aktivitas peletakan titik tampaknya masih sebatas untuk memudahkan membaca. Hal itu terbukti jelas ketika, misalnya, kalangan Madinah beralih menggunakan titik versi Bashrah yang pernah diletakkan oleh Abu al Aswad ad Duali.

Ad Dani menduga kuat sosok Abu al Aswad ad Dualilah yang kali pertama menuliskan titik dan merumuskan syakl dan tanwin di ujung kalimat. Dugaannya tersebut cukup berdasar karena merujuk riwayat yang dinukil dari Al Utbi, Ziyad meminta Abu al Aswad ad Duali untuk meletakkan tanda baca pada Alquran.

Awalnya, Ad Duali menolak tawaran tersebut. Tetapi, ketika mendengar lahn atau penyimpangan dialek dan pembacaan Alquran, Ad Duali menerima tawaran tersebut, terutama ketika mendengar seseorang yang sengaja membaca ayat ke 3 dari Surah at Taubah.

Bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kata wa rasuluh oleh oknum tersebut dibaca dengan harakat kasrah menjadi wa rosulih. Bacaan itu cukup membuat tersentak Ad Duali dan tak bisa menerimanya. Jika dibaca kasrah, berarti ayat itu berarti Allah berlepas diri dari orang-orang Musyrik dan Rasul-Nya.

Karenanya, Ad Duali menentang keras bacaan dengan harakat kasrah. Lalu, Ad Dauli pun menerima permintaan Ziyad untuk meletakkan tanda baca, sedangkanYahya bin Ya’mur al ’Adwani dan Nashr bin ’Ashim al Laitsi, keduanya berperan menyebarkan dan mengenalkan tanda baca titik di wilayah Bashrah, Irak.

Seabad kemudian, Al Khalil bin Ahmad menyempurnakannya dengan meletakkan tanda baca seperti hamzah dan tasydid. Menurut Ad Dani, penulisan tanda baca dalam Alquran tak serta merta diterima oleh kalangan salaf. Terdapat sejumlah nama yang kurang sepakat dengan tanda baca itu.

Mereka yang kurang setuju itu, antara lain, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Mas’ud, Qatadah, Ibnu Sirin, dan Malik bin Anas. Banyak argumen yang mereka utarakan antara lain kekhawatiran yang mendalam apabila penulisan itu berpengaruh negatif pada ayat-ayat Alquran. Karenanya, Abdullah bin Masud menyerukan agar tidak mencantumkan tanda baca apa pun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement