Ahad 12 Feb 2017 21:53 WIB

Menyoal Barang Bajakan

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Petugas Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (Haki) memusnahkan sejumlah barang bajakan berupa DVD dan
Petugas Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (Haki) menunjukkan sejumlah barang bajakan di Tangerang, Banten, Rabu (25/4). (Aditya Pradana Putra/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak HKI milik orang lain tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.

Di dalam fatwa MUI tentang HKI tersebut mencakup berbagai hal. Tidak hanya sebatas hak intelektual. Di antaranya hak perlindungan varietas tanaman, yakni hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan atau pemegang hak perlindungan varietas tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya.

Berikutnya, hak rahasia dagang, yakni hak atas informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan atau bisnis, hak desain industri, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia. Tak hanya itu, hak desain tata letak terpadu, paten, hak atas merek hingga hak cipta juga masuk dalam kategori Hak Kekayaan Intelektual yang masuk dalam fatwa MUI.

Selain membajak hak cipta barang, budaya plagiat juga masih kerap dilakukan. Pelanggaran terhadap hak intelektual itu pun mendapat respons keras dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Plagiat sepadan dengan praktik pembajakan. Dilansir dari laman resmi NU, Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan plagiat sebagai "Pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dsb) sendiri, misal menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan."

Lembaga Fatwa Mesir Darul Ifta Al-Mishriyyah yang dikutip NU Online menjelaskan, keterangan hak karya tulis dan karya-karya kreatif, dilindungi secara syarak. Pemiliknya mempunyai hak pendayagunaan karya-karya tersebut. Siapa pun tidak boleh berlaku zalim terhadap hak mereka.

Berdasarkan pendapat ini, kejahatan plagiat terhadap hak intelektual dan hak merek dagang yang teregistrasi dengan cara mengakui karya tersebut di hadapan publik, merupakan tindakan yang diharamkan syarak. Kasus ini masuk dalam larangan dusta, pemalsuan, penggelapan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement