Ahad 12 Feb 2017 21:53 WIB

Menyoal Barang Bajakan

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Petugas Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (Haki) memusnahkan sejumlah barang bajakan berupa DVD dan
Petugas Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (Haki) menunjukkan sejumlah barang bajakan di Tangerang, Banten, Rabu (25/4). (Aditya Pradana Putra/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- MUI pun mengutip keputusan Majma al-Fiqh al-Islami No 43 (5/5) Mu'tamar V tahun 1409 H/1988 tentang al-Huquq al-Ma'nawiyyah. Dalam putusan tersebut, terkuak bahwa nama dagang, alamat, dan mereknya serta hasil ciptaan (karang mengarang) dan hasil kreasi adalah hak-hak khusus yang dimiliki pemiliknya.

Dalam abad modern, hak-hak seperti itu memiliki nilai ekonomis yang diakui orang sebagai kekayaan. Oleh karena itu, hak-hak seperti itu tidak boleh dilanggar.

Kedua, pemilik hak-hak nonmaterial, seperti nama dagang, alamat dan mereknya serta hak cipta mempunyai kewenangan terhadap haknya itu dan bisa ditransaksikan dengan sejumlah uang dengan syarakt terhindar dari berbagai ketidakpastian dan tipuan. Ini seperti halnya dengan kewenangan seseorang terhadap hak-hak yang bersifat material.

Ketiga, hak cipta, karang mengarang dan hak cipta lainnya dilindungi syarak. Pemiliknya mempunyai kewenangan terhadapnya dan tidak boleh dilanggar. Mayoritas ulama dari kalangan mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali berpendapat, hak cipta atas ciptaan yang orisinal dan manfaat tergolong harta berharga sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara syarak( hukum Islam).

Berdasarkan hal tersebut, mencetak ulang atau mengopi buku (tanpa izin yang sah) dipandang sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang. Dalam arti, perbuatan tersebut adalah kemaksiatan yang menimbulkan dosa dalam pandangan syarak dan merupakan pencurian yang mengharuskan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak secara melanggar dan zalim. Serta, menimbulkan kerugian morel yang menimpanya (Wahbah al Zuhaili al Fiqh al Islami wa Adilatuhu).

MUI pun melansir, HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana dimaksud adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. HKI dapat dijadikan obyek akad baik akad mu'awadhah (pertukaran, komersial) ataupun akad tabarru'at (nonkomersial) serta dapat diwakafkan dan diwariskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement